Ancaman 15 tahun penjara menanti Hasim. Dia dipersangkakan dengan kasus pencabulan terhadap Cantik–bukan nama sebenarnya–remaja yang kini duduk di bangku SMP.
SAMARINDA–Banyak yang mengecam perbuatan Hasim. Dalam laporan yang dituduhkan kepadanya, sejak korban berusia 13 tahun, Hasim melakukan perbuatan bejat. Menggerayangi hingga menyetubuhi korban. Namun saat ditemui harian ini, pria 63 tahun itu tampak santai.
Psikolog klinis Ayunda Ramadhani begitu terkejut mendengar kasus yang sudah ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda itu. “Sungguh menyesalkan. Itu perbuatan sangat biadab. Kasihan lho dengan korban yang statusnya cucu tiri,” ujarnya.
Dari ilmu psikologi, perbuatan Hasim, dilihat dari usianya yang terpaut jauh dengan korban, Hasim terindikasi pedofilia. “Kalau korbannya di bawah 16 tahun, pelakunya sudah pasti mengidap pedofilia,” sambungnya.
Meski belum diketahui pasti apakah ada korban lain selain cucu tirinya. Ayunda menilai, ada kecenderungan hypersex atau seks menyimpang. “Memang harus ditelusuri, dicari tahu juga, konsumsi video mesum atau tidak. Kesehariannya seperti apa,” ujarnya.
Perempuan yang juga dosen di beberapa universitas itu menjelaskan, perlu pemeriksaan kejiwaan pelaku secepatnya. Terkhusus ke korban, ketakutan yang dialami memang sangat wajar. “Posisinya tidak berdaya. Anak-anak juga enggak tahu kalau perbuatan itu ada ancaman hukumannya,” jelasnya.
Psikolog yang aktif mengabarkan informasi melalui dunia maya itu justru mempertanyakan keberadaan orangtua korban. “Kasihan lho, jangan terlalu cuek dengan pendidikan anak, keluarga adalah tempat belajar paling cepat bagi anak-anak,” tegasnya.
Ditemui lagi (11/9), dari balik jeruji besi, Hasim tidak begitu serius menanggapi pertanyaan Kaltim Post. “Saya sedang sakit,” kilahnya. Dia tetap mengelak dengan sangkaan yang diarahkan kepadanya. “Pagi-pagi saya dijemput di rumah sama polisi. Apa salah saya, bukti harus yang sebenarnya dong,” tambahnya.
Dia mempersilakan bukti visum et repertum (VER) korban bisa menjeratnya. Namun, dia tetap mengelak disebut sebagai orang yang paling bertanggung jawab.
Kanit PPA Satreskrim Polresta Samarinda Iptu Rihard Nixon juga tidak menanggapi pembelaan korban. “Itu hak setiap orang,” ujar perwira balok dua itu. Saksi lain yang pernah memergoki pelaku, lanjut Nixon, adalah tante korban. “Intinya bukti kami sudah jelas,” kuncinya.
Disinggung adanya korban lain, dia belum bisa memastikan. Pasalnya, sejauh ini baru satu laporan yang dibuat orangtua korban di Polresta Samarinda. (*/dad/*/dra/dns/k8)