BALIKPAPAN – Menyambut pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim, Balikpapan sebagai kota penyangga sekaligus main gate Benua Etam harus berbenah diri. Sebab diprediksi sekitar 1,5 juta penduduk akan ekspansi menuju IKN. Pengolahan sampah akan jadi persoalan sangat serius.
Anggota DPRD Balikpapan Sabaruddin Panrecalle menuturkan, sampah merupakan persoalan krusial. Dengan Kaltim sebagai IKN, Balikpapan harus segera melakukan pembenahan sejak dini. Dia mengatakan, sistem sanitary landfill yang ada sekarang ini sudah terlalu ketinggalan zaman. Menurutnya berapa pun luas lahan yang disiapkan, jika tidak ter-update teknologi pengelolaannya, akan percuma.
“Dari sekarang sudah kita imbau kepada Pemkot Balikpapan agar sistem teknologi harus update,” ujarnya. Cukup adopsi salah satu dari banyaknya pilihan teknologi dalam pengelolaan sampah. Namun cari teknologi yang sesuaikan dengan karakteristik kota. Misalnya pembakaran atau cut and fill model kekinian.
“Tapi perlu kajian mana yang sesuai dengan karakteristik wilayah, kontur tanah, dan luas area,” sebutnya. Dia berpendapat, saat ini sistem pengelolaan TPA Manggar sudah baik. Namun, sebaiknya memperbarui sistem agar tata kelola semakin baik. Bukan hanya soal pembenahan areal.
Serta hal yang tidak kalah penting, yakni edukasi kepada masyarakat. Bagaimana membuat masyarakat ikut mengurai sampah sejak dari rumah. Mana yang organik dan non-organik sebelum masuk ke tempat sampah. “Caranya bisa dengan membuat surat edaran sampai perda kalau perlu untuk mengurai sampah di setiap rumah,” bebernya.
Memilah sampah untuk jadi pupuk, sampah yang bisa dibakar untuk tenaga listrik, sampai sampah yang masih bernilai jual. Sehingga tercipta banyak bank sampah. Kenyataannya saat ini tingkat kesadaran atau awareness warga masih kecil untuk itu. Padahal sampah masih memiliki nilai ekonomis.
“Kesadaran masyarakat dan teknologi harus berjalan seimbang. Jadi jangan hanya daerah tertentu sudah mengurai. Tapi bisa berlaku untuk seluruh masyarakat,” sebutnya. Sehingga perlu edukasi dari sekarang. Bahkan menjelaskan kepada masyarakat berapa nilai sampah agar mereka bisa sadar ikut mengelola sampah.
“Jangan hanya bicara sambut IKN, tapi harus dengan tindakan dan perbuatan. Pemkot berbenah membuat regulasi baru,” imbuhnya. Namun dia menyadari dalam membuat perda harus berhati-hati, perlu naskah akademik dan referensi. Kemudian bisa sampaikan kepada publik dalam focus group discussion (FGD).
Menurutnya soal denda tidak begitu efektif dan mendidik masyarakat. Sebaiknya justru memberi imbauan yang mengarah kepada edukasi. Sehingga masyarakat sadar. “Bagaimana pemerintah menciptakan awareness sampah ini memiliki nilai ekonomisnya. Jadi yang mereka buang adalah uang,” katanya.
Dengan begitu, setiap rumah akan mengurai sampah. Ada yang dibuang untuk jadi pupuk, ada pula yang siap jual lagi kembali kepada penampungnya. Bahkan jika perlu nanti bisa disediakan tempat sampah untuk mengurai terpisah di rumah. Dia meyakini, DPRD bisa saja menganggarkan tempat sampah tersebut.
“Tapi harus ada kesadaran dulu, komitmen untuk mengurai sampah. Kalau kita anggarkan tapi masyarakat tidak sadar percuma. Intinya dewan siap anggarkan asal nanti output-nya bisa tercapai,” tutupnya. (gel/ms/k15)