Panas kian menyengat, hujan tak tentu datangnya. Hal ini menjadi pertanda perubahan iklim. Emisi karbon jadi salah satu faktornya. Sebab, polusi meningkat tak diiringi peningkatan vegetasi yang mengurangi polusi tersebut.
KALTIM menjadi satu provinsi di Indonesia yang mendapat program penurunan emisi karbon berbayar, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund. “Indonesia dipercaya karena tidak semua negara bisa dapat program ini,” terang Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim Daddy Ruhiyat.
Pernyataan itu disampaikan Daddy saat mengisi workshop tentang FCPF Carbon Fund kemarin (7/9). Program tersebut merupakan besutan Bank Dunia. Jadi, negara-negara industri maju memberi dana yang disalurkan oleh Bank Dunia untuk negara-negara berkembang terpilih guna melakukan upaya penyerapan emisi karbon.
"Sebab kalau suhu bumi meningkat, pola hujan berubah, dan jadi banyak bencana," kata I Wayan Susi Dharmawan yang merupakan Project Coordinator FCPF Indonesia.
Dia mengatakan, di Indonesia program ini dimulai 10 tahun lalu. Hanya Kaltim dan Jambi yang berkesempatan dalam program ini. Sementara di Kaltim rencana program pada 2020–2024, berfokus pada mencegah deforestasi dan deforestasi hutan.
Sementara itu, Ahmad Wijaya Consultant Social Expert FCPF Carbon Fund World Bank mengatakan, program ini akan menyasar beberapa desa yang wilayahnya memiliki kemampuan menyerap karbon tinggi. Selanjutnya, desa atau kampung ini bakal disebut Desa/Kampung Proklim.
"Desa-desa tersebut juga akan mendapatkan pemberdayaan masyarakat. Jadi, masyarakat juga mendapat keuntungan secara finansial," terangnya dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, Muhammad Fadli dari Tim FCPF Carbon Fund mengatakan, program penurunan emisi ini diharapkan bisa memberikan insentif maksimal USD 110 juta. Insentif ini nantinya dimanfaatkan masyarakat desa/kampung yang wilayahnya masuk program. “Tentu dalam pelaksanaan program ini kami punya acuan safeguards," pungkasnya. (*/nyc/kri/k16)