JAKARTA– Bayang-bayang resesi ekonomi yang melanda dunia berpotensi merembet ke Indonesia. Sebagai upaya antisipasi, pemerintah akan mendorong masuknya foreign direct investment (FDI) atau investasi langsung untuk merangsang aktivitas ekonomi di dalam negeri. Itulah yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo saat mengadakan rapat terbatas bersama para menteri ekonomi di kantor presiden, Jakarta, kemarin (4/9).
Jokowi mengakui, perlambatan dan resesi ekonomi global sangat mungkin terjadi. Misalnya, yang terlihat dari sejumlah mata uang seperti yuan Tiongkok atau peso Argentina yang terdepresiasi. Selain itu, Turki dilaporkan masuk resesi. Meski belum diketahui seberapa jauh dampaknya, presiden ingin ada upaya antisipasi lebih dulu. ’’Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan dampak resesi bisa kita hindarkan. Jalan yang paling cepat adalah yang berkaitan dengan FDI,’’ katanya.
Untuk mendorong masuknya FDI, Jokowi meminta seluruh kementerian yang berkaitan dengan investasi melakukan deregulasi terhadap aturan yang menghambat. ’’Seminggu lagi kita bicara bagaimana segera menyederhanakan peraturan-peraturan yang menghambat itu,’’ tegasnya.
Jokowi menilai, iklim investasi di Indonesia masih tertinggal. Dia mencontohkan, saat 33 perusahaan keluar dari Tiongkok dua bulan lalu, tidak ada satu pun yang memilih Indonesia sebagai tempat relokasi. ’’Sebanyak 23 perusahaan memilih Vietnam. Sepuluh perusahaan lainnya pergi ke Malaysia, Thailand, Kamboja, gak ada yang ke kita,’’ tegasnya. Jokowi menilai masih ada yang kurang dari pelayanan birokrasi di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, masuknya FDI diperlukan agar ekonomi tetap stabil. Sebab, neraca pembayaran, terutama neraca dagang dan transaksi berjalan, negatif. ’’Kalau FDI, selain peningkatan produksi dalam negeri, selanjutnya valas masuk,’’ jelasnya.
Terkait dengan instruksi deregulasi yang disampaikan presiden, Darmin menyatakan bahwa kementerian/lembaga akan langsung melakukan inventarisasi. Proses perizinan bakal dipermudah dengan memangkas izin yang dinilai tidak perlu. Baik untuk peraturan undang-undang maupun di bawah UU seperti peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), peraturan menteri (permen), dan sebagainya.
Mantan gubernur BI itu menambahkan, deregulasi dilakukan dalam waktu dekat. ’’Yang di bawah UU dalam sebulan ini selesai,’’ ujarnya. Peraturan di level UU perlu dikaji lebih jauh karena prosesnya melibatkan DPR. Namun, pemerintah mengisyaratkan untuk segera dieksekusi.
Darmin mengungkapkan, ruwetnya peraturan perizinan membuat Indonesia kehilangan banyak peluang. Padahal, dalam setahun terakhir, ada banyak perusahaan yang relokasi industri dari Tiongkok. Namun, hanya sebagian kecil yang memilih Indonesia. Sebagian besar justru lari ke Vietnam, Kamboja, dan Thailand. ’’Ini menunjukkan bahwa ada yang nggak berjalan dengan baik di kita,’’ tandasnya. (far/bil/c14/oki)