Kleptomania, Mencuri demi Kepuasan Batin

- Rabu, 4 September 2019 | 15:44 WIB

Mencuri dilakukan guna memenuhi kebutuhan. Lantas, bagaimana dengan mencuri untuk mendapatkan kepuasan? Hal itu umumnya berkaitan dengan gangguan adiktif. Simak, ulasannya lebih lanjut.

 

KLEPTOMANIA adalah aktivitas seseorang yang dilakukan secara sadar. Guna memperoleh kepuasan, sesaat setelah melakukan kegiatan “mencuri”. Psikolog Lisda Sofia menjelaskan, kleptomania bersifat impulsif. Seseorang melakukan sesuatu berdasarkan nalurinya tanpa memikirkan risiko yang akan datang.

Objek yang diambil merupakan barang yang tak memiliki nilai jual tinggi. Sang pelaku mengambil tidak untuk memakainya, tetapi menyimpannya saja.

“Cenderung barang yang diambil itu barang-barang kecil. Pulpen, permen, dan lain-lain secara berulang. Nah, kalau sudah melakukan itu (mencuri) pelaku dapat tuh kepuasan, yang sebelumnya mungkin belum dia penuhi secara batin,” terang Lisda Kepala Program Studi Psikologi FISIP Universitas Mulawarman.

Latar belakang kleptomania terjadi akibat kekosongan individu, baik disadari maupun tidak. Trauma masa lampau, luka lama, kejadian kurang berkenan, menjadikan pengalaman membentuk pikiran yang tertanam.

Bahwa pengidap mencari sesuatu yang “kosong” dalam dirinya. Berupaya menutup lubang hampa tersebut dengan melakukan hal yang mampu membuatnya merasa tersembuhkan yaitu mencuri.

Ketika mencuri, pengidap awalnya merasa khawatir namun rasa itu sirna saat berhasil mendapatkan barang tersebut. Rasa senang dan puas menjadi titik puncak sensasi kenikmatan. Sementara yang membuatnya “kecanduan” adalah perasaan tegang dan sikap hati-hati.

Terkait dengan gangguan adiktif, mencuri dapat menyebabkan pelepasan dopamin. Hal ini mengakibatkan rasa nyaman. Ketidakseimbangan sistem opioid otak dapat menyebabkan kesulitan dalam menahan dorongan untuk tidak mencuri.

Kleptomania dapat terjadi terhadap siapa pun, tak kenal usia dan jenis kelamin. Umumnya rentan terjadi pada usia muda, 13–23 tahun. Merupakan fase transisi manusia yang membutuhkan penyesuaian dan perubahan, baik secara psikologis maupun emosional.

 “Kerentanan psikologis bisa diperparah juga dengan lingkungannya yang bersifat hedonisme. Jadi dia (pengidap kleptomania) akan mencari cara untuk memenuhi dirinya agar serupa demikian guna diterima di lingkungan tersebut. Padahal yang dia lakukan justru membuat lingkungan tidak bisa menerimanya,” tambah Lisda.

Motif pendukung kleptomania berbeda-beda dan bergantung pada individu tersebut. Dorongan internal seperti faktor keluarga yang memiliki kondisi kurang harmonis dan penuh tendensi dapat berpengaruh kuat. Demikian pula bila terjadi pada lingkungan eksternal yang menuntut seseorang menjadi sama seperti mereka.

Karena itu, individu mencari cara agar dirinya bisa diakui lingkungan dengan mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Sebab, yang dicari seperti afeksi, material, dan ketenangan, tidak didapatkan.

Melalui aktivitas kleptomania, individu mampu memperoleh kebutuhannya. Tak pelak, pengidap kleptomania berasal dari golongan finansial berkecukupan melakukan tindak tersebut. Dilatarbelakangi ketidakpuasan dia peroleh selama ini.

Ketidakmampuan pengidap kleptomania dalam mengontrol perilaku, kendatinya dapat disembuhkan melalui pengobatan behavior therapy (terapi kebiasaan). Dukungan keluarga maupun rekan terdekat juga perlu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puasa Pertama Tanpa Virgion

Minggu, 17 Maret 2024 | 20:29 WIB

Badarawuhi Bakal Melanglang Buana ke Amerika

Sabtu, 16 Maret 2024 | 12:02 WIB
X