OTA Ganggu Travel Agent Konvensional

- Senin, 2 September 2019 | 14:46 WIB

SAMARINDA- Pengusaha travel agent atau biro perjalanan di Bumi Etam dituntut terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pasalnya persaingan di bisnis ini semakin sengit. Terlebih dengan hadirnya online travel agent (OTA) dan sekarang sudah memasuki revolusi Industri 4.0.

Ketua DPC Association of Indonesia Travel Agent (Asita) Samarinda I Gusti Bagus Putra mengatakan, travel agent konvensional bisa dikatakan mati suri sejak 2014 hingga sekarang, tepatnya saat OTA menjadi kompetitor. “Masuknya OTA membuat pengusaha konvensional tidak berkembang dalam penjualan tiket transportasi,” ujarnya saat ditemui di Kaltim Expo 2019, Sabtu (24/8).

Saat ini, keuntungan yang didapatkan pelaku biro perjalanan dalam paket tur juga makin kecil. Hanya sebesar Rp 150 ribu per orang. “Mereka (OTA seperti Tiket.com, Traveloka, dan lainnya) bisa deposit sampai miliaran rupiah. Kita tidak bisa menyaingi itu. Kita hanya bisa bersaing dalam paket wisata,” ungkap suami Kepala Dinas Pariwisata Kota Samarinda I Gusti Ayu Sulistiani itu.

Dia mengungkapkan tahun ini ada sekitar 66 travel agent konvensional terdaftar dalam Asita, namun hanya 50 persen atau sekitar 33 travel yang masih bertahan dan aktif beroperasi. “Sisanya sudah tidak beroperasi lagi. Mereka pindah pekerjaan,” tuturnya.

Di era revolusi Industri 4.0, kebanyakan pelaku usaha biro perjalanan konvensional masih kesulitan mengikuti percepatan teknologi yang ada. Namun, itu tetap harus dilakukan. Jika tidak meningkatkan pengetahuan, lama-kelamaan pasti tenggelam. “Sebab sekarang muncul OTA yang lebih maju dan eksis daripada biro perjalanan yang ada di kantor-kantor,” jelasnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Kaltim Hendra Sunardi mengatakan, keberadaan OTA cukup mengganggu pemasaran tiket penerbangan bagi kalangan travel agent konvensional. Namun, tidak semua pelaku usaha biro perjalanan terdampak. “Travel agent konvensional memiliki trik tersendiri dalam pemasaran untuk bersaing dengan OTA,” ujarnya, Jumat (30/8).

Ditambahkan Hendra, pada 2018 omzet para pengusaha yang tergabung dalam Astindo mengalami fluktuasi. Ada peningkatan dan penurunan sekitar 1-3 persen. Sedangkan tahun ini omzet mengalami stagnasi atau jalan di tempat. “Masyarakat perlu stimulus dalam pemesanan tiket, terutama pesawat terbang. Kalau bisa fight bersama dan tidak menurunkan harga,” tutupnya. (*/amf/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X