Jauh dari orangtua dan kampung halaman. Namun, sebagai bentuk pengabdiannya, Ipda Bunga Tri Yulitasari demen tugas di Kota Tepian. Menginjak tahun ketiga, perwira balok satu itu punya banyak pengalaman berkarier sebagai polisi wanita (polwan).
YULINDA, Samarinda
PET dan kopel putih melekat di tubuh Bunga hampir setiap hari. Rompi hijau khusus satuan lalu lintas jadi seragam pelengkap saat mengatur kendaraan yang lalu-lalang di jalan ibu kota Kaltim. Jabatan barunya adalah Ps Kanit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa) Satlantas Polresta Samarinda.
Sudah pasti, kegiatannya tak lepas dari anak-anak sekolah. Sebelumnya, perempuan arek Suroboyo itu juga tak lepas dari anak-anak. Jabatannya Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Satreskrim Polresta Samarinda. “Pokoknya enggak jauh-jauh dari anak,” ucapnya diikuti tertawa setelahnya.
Tiga tahun sudah perempuan kelahiran 12 Juli 1993 itu bertugas di Kaltim. Bunga adalah alumnus akademi kepolisian (Akpol) 2016. “Awalnya pasti bingung. Tapi ya namanya tugas, dibawa enjoy saja,” ucapnya. Hanya hitungan hari, karena memang suka jalan-jalan, polwan 26 tahun itu cepat nyetel dan tahu kondisi Samarinda.
“Samarinda ya sama seperti di Surabaya, kalau ada sesuatu itu enak carinya. Pas di Surabaya kan tinggal di kotanya,” urainya. Tugasnya di kepolisian tidak jauh-jauh, berhubungan dengan anak-anak. Sebagai sosok polwan, ada satu kasus yang dia tangani dari awal hingga pelimpahan ke kejaksaan, membuatnya miris. Seorang mahasiswi muda melahirkan bayi hasil hubungan gelap. “Kejadiannya di Jalan Pramuka, Gunung Kelua, Samarinda Ulu,” ujarnya.
Dia merasa perbuatan itu sangat disayangkan. Baginya, berani berbuat, harus berani bertanggung jawab. Nahas bagi si kecil, lanjut Bunga, tangisan si bayi mengundang suara yang begitu keras. Dia ketakutan, bayi itu dibekap menggunakan bantal. “Akhirnya ya langsung meninggal,” sebutnya.
Polwan yang masih berstatus single itu berharap orangtua memerhatikan anak mereka semaksimal mungkin. Penyesalan selalu datang terakhir. Di bagian lalu lintas, dia membidangi pembinaan ke sekolah-sekolah. Menyosialisasikan pentingnya rambu-rambu lalu lintas dari usia dini.
“Setiap Jumat sering di sini (Polresta Samarinda), anak-anak TK berkunjung dan saya yang mengarahkan biasanya. Kalau tim yang diminta datang, kami yang ke sekolah,” lanjutnya.
“Cukup disayangkan, orangtua membiarkan anaknya yang masih di bawah umur mengendarai motor. Walau berbagai macam alasan, pengemudi anak-anak itu kurang safety karena kurangnya pemahaman tata tertib berlalu lintas,” sambungnya.
Soal bertambahnya usia polwan yang kini menginjak ke-71, dia berharap “adik-adiknya” di Kota Tepian berani dan percaya diri ketika mendaftarkan diri. Polwan yang sempat gagal saat pendaftaran pertama itu menyebut, agar tidak minder.
“Sebagai polwan, kita bisa mengambil peran lebih di dunia kepolisian,” tegas perempuan penyuka olahraga renang itu. Baginya, polwan punya tingkat keberanian yang lebih. (*/dra/kri/k16)