Jangan Biarkan Anak Salah Persepsi

- Sabtu, 31 Agustus 2019 | 13:15 WIB

Anak di bawah umur berkendara motor jelas melanggar aturan. Juga, membahayakan pengendara lain. Belum mengantongi surat izin mengemudi (SIM) serta emosi yang tak stabil, jadi salah satu alasan.

 

SEBELUM anak cukup usia, seharusnya tidak dibiarkan mengemudikan kendaraan jenis apapun. Jika jarak sekolah jauh, orangtua yang harus meluangkan waktu untuk mengantar-jemput. “Sederhananya, kalau tidak bisa antar, kan bisa memanfaatkan kendaraan umum, angkutan kota atau bus sekolah,” jelas Hairani Lubis MPsi, psikolog Pendidikan dan Perkembangan Anak.

“Sangat tidak bijak jika orangtua memberikan kendaraan begitu saja, terlebih belum bisa tanggung jawab,” sambungnya.

Perilaku orangtua yang memperbolehkan itu justru membuat anak merasa perbuatannya benar. “Merasa dapat dukungan dari orangtuanya, malah itu berbahaya,” sambungnya.

Ketika anaknya memasuki usia remaja, lanjut Hairani, hendaknya memperlakukan anak seperti teman. Mengajak mereka berdiskusi, berikan arahan, bukan perintah. “Jangan hanya memerintah anak untuk melakukan hal yang diinginkan. Tapi orangtuanya tidak melakukan perbuatan itu. Contoh sederhana, orangtua melarang anak untuk merokok, tapi orangtua merokok di depan anak. Kan enggak benar juga,” sambungnya.

Selain Hairani, Kaltim Post ini juga meminta pendapat ke psikolog klinis Ayunda Ramadhani. Bagi dia, usia remaja dalam fase pencarian identitas diri, dan berupaya menumbuhkan citra diri mereka. Di fase itu sangat rentan untuk terpengaruh lingkungan khususnya yang sebaya. “Ketika membawa positif tidak masalah, tapi anak itu cenderung mudah terpengaruh hal-hal negatif. Seperti berkendara tanpa perangkat keselamatan, belum ada SIM, ugal-ugalan, dan merugikan pengguna jalan lain,” ucap perempuan yang juga dosen di Universitas Mulawarman.

Memunculkan rasa yang sama, menyebabkan fenomena itu tumbuh subur, ditambah tidak adanya sanksi yang dijatuhkan oleh orangtua. Menurut dia, dibutuhkan peran dari keluarga dan guru di sekolah. “Orangtua harus mampu berdialog, tidak lagi menggunakan pola perintah. Kalau enggak mampu berdialog, ya jangan diberi fasilitas motor,” tegasnya.

Setiap anak memang memiliki karakter masing-masing. Pola asuh bisa memengaruhi pembentukan karakter anak. Terkadang orangtua tidak memahami perilaku anak sebagai suatu bahan introspeksi diri, justru malah semakin menyalahkan anak. “Akhirnya semakin membuat hubungan antara orangtua dan anak merenggang,” kuncinya. (*/ain/*/dra/dns/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X