Si Pemerkosa 12 Bocah Dipenjara Dulu, Baru Dikebiri

- Senin, 26 Agustus 2019 | 13:20 WIB

JAKARTA– M. Aris, pemerkosa 12 bocah di Mojokerto, bisa lebih lama ”mempertahankan kejantanannya”. Kendati vonis kebiri yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto sudah berkekuatan hukum tetap, pelaksanaannya ternyata menunggu selesainya pidana penjara.

Aris sendiri harus mendekam di dalam penjara selama 20 tahun. Dengan begitu, eksekusi kebiri baru bisa dilaksanakan 20 tahun kemudian. Itu disertai asumsi masa hukuman Aris sama sekali tidak dikorting.

Kapan Aris dikebiri memang sempat simpang siur. Kejaksaan Negeri Mojokerto menganggap kebiri dilaksanakan bersamaan dengan pidana penjara. Karena itu, kejaksaan kini mencari dokter yang bersedia mengeksekusi putusan tersebut.

Namun, menurut Komisioner KPAI Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum Putu Elvina kemarin (25/8), ketentuan bahwa kebiri dilakukan setelah pidana pokok tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016. Namun, hingga kini UU tersebut belum memiliki peraturan pemerintah (PP) sebagai petunjuk teknis.

Menurut Putu, pembahasan PP itu masih berlanjut. Meski demikian, KPAI mendorong Aris tetap dihukum sesuai putusan hakim. Dia menjelaskan, salah satu pokok yang dibahas adalah pemeriksaan sebelum dilakukan kebiri kimia. ”Menjelang akhir masa tahanan pokok, terpidana akan menjalani pemeriksaan untuk mengetahui apakah dia dalam kondisi layak dikebiri secara kimia,” ucapnya.

Pemeriksaan akan dilakukan dua kali. Dengan begitu, kondisi terpidana bisa diketahui dengan lebih akurat. Pemeriksaan dilakukan ahli medis. Komponennya sedang disusun.  Terpidana yang akan menjalani kebiri juga mendapatkan rehabilitasi dari tim lintas sektor. Tujuannya ialah melihat kondisi psikologis terpidana sekaligus untuk pengawasan.

Perdebatan lainnya terkait dengan sikap Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang menolak melakukan eksekusi kebiri kimia. ”Kebiri ini tidak serta-merta suntikan kimia,” tutur Putu.

Selain suntikan antiandrogen, bisa diberikan pil dengan kandungan yang sama. Menurut Putu, pemberian pil itu bisa menjadi jalan keluar ketika IDI masih menolak. ”Dengan sumber daya yang ada, jaksa masih bisa melakukan eksekusi,” imbuhnya.

Putu menjelaskan, putusan kebiri dari PN Mojokerto memberikan angin segar. Meski PP-nya belum dibuat saat putusan dijatuhkan, hukuman itu masih bisa dilakukan. Apalagi, waktu pelaksanaannya masih lama. Menunggu Aris bebas. ”Karena sudah berkekuatan hukum tetap, harus segera diputuskan PP-nya. Resistansi dari IDI bisa dimaklumi. Sebab, mereka tugasnya memang menyembuhkan orang sakit,” tuturnya.

Namun, Putu mengingatkan, aturan soal hukuman tambahan kebiri tersebut sudah memiliki payung hukum sehingga tetap harus dijalankan. ”Negara lain juga ada yang mempraktikkan kebiri, misalnya Israel dan Korea,” ucapnya.

Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Valentina Ginting menyatakan, hukuman kebiri diharapkan memberikan efek jera. Bagi mereka yang belum melakukan pun, diharapkan ada rasa takut. ”Rohnya memang memberikan efek jera,” katanya.

Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar mengapresiasi hakim yang memutus hukuman kebiri untuk Aris. ”Itu hakimnya berarti sudah membaca,” ujarnya. Nahar pun memberikan dukungan agar hukuman tersebut tetap dijalankan. (lyn/c9/oni)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X