Tangan dan kaki Sahriyuni beradu. Dengan cermat, perempuan 34 tahun ini menjalin benang satu demi satu. Suara alat tradisional khas terdengar, prak…prak. Pelan-pelan benang pun berubah kain yang indah khas Kota Tepian. Sarung samarinda.
YULINDA, Samarinda Seberang
SAHRIYUNI adalah penenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kampung Tenun Samarinda. Perempuan itu terbilang muda dibandingkan penenun lain di kampung ini. Mencari generasi muda penenun bukan perkara mudah. Dominasi penenun di sini adalah paruh baya. Maklum pasar tenun masih terbatas.
“Kalau zaman sekarang jarang sudah anak mudanya mau. Sukanya di toko,” ucap Sahriyuni.
Perlunya regenerasi dirasakan. Namun, tidak semudah itu mencari bibit muda penenun. Untuk satu kain berukuran sekira 3 meter, Sahriyuni bisa menyelesaikannya dalam tiga hari. Maka dari itu, menenun bukan pekerjaan favorit karena membutuhkan kesabaran dan ketelitian ekstra. Sebuah hal yang kurang diminati anak muda.
Hal senada diungkapkan Bunga Rosi (50), penenun senior di kampung ini. Dia mengisahkan menenun sejak remaja. Namun, saat ini sudah tidak seperti dulu. Jarang anak gadis mau menenun terus-menerus. Seperti anak gadisnya.
“Anak saya yang gadis itu, menenun juga, tapi ya sebagai sampingan saja. Nah, kalau kami yang tua ini kan sebagai pekerjaan utama, tapi ada juga yang mulai berpikir ini sudah enggak menghasilkan dan beralih ke pekerjaan lain,” sebutnya.
Padahal, tenun buatan tangan berkualitas memiliki segmen pasar khusus. Apalagi saat jelang Lebaran atau event tertentu seperti festival tenun di pemerintahan. Bunga dan rekan penenunnya pun bakal kebanjiran pesanan.
Namun, diakui ada kekhawatiran persaingan dengan tenun mesin yang bisa produksi cepat dan jumlahnya banyak. Meski begitu, kualitas diakui yang tetap jadi andalan. Bunga pun mengaku percaya diri dengan hasil tenun perajin di kampungnya.
“Kalau kami sesama penenun tidak ada persaingan. Tetapi, berbeda ceritanya kalau ada perusahaan produksinya massal. Walaupun mereka itu ambil motif kami, tetapi kan beda kualitasnya. Baik warna dan lainnya pasti beda,” ucapnya.
Saat ini, hanya ada 15 penenun aktif yang berada dalam kelompok usaha yang diketuai Bunga. Dia berharap, ke depan ada upaya untuk regenerasi penenun dan solusi dari beragam masalah penenun saat ini. Seperti modal dan pasar.
Jadi, tenun Samarinda bisa semakin berjaya. Seperti dahulu kala yang tenarnya sarung tenun Samarinda hingga negeri jiran, sampai dijadikan sebuah lagu dengan penyanyi duet Renggo dan Liza Abdullah berjudul Samarenda. (*/dns/k8)sa