Kebijakan Moneter Makin Longgar, Bunga Acuan Turun Jadi 5,50 Persen

- Sabtu, 24 Agustus 2019 | 10:36 WIB

JAKARTA– Bank Indonesia (BI) kembali melonggarkan kebijakan moneter. Setelah memangkas BI 7-day reverse repo rate (BI-7DRR) 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen bulan lalu, rapat dewan gubernur (RDG) Kamis (22/8) kembali menurunkan suku bunga acuan. BI-7DRR diturunkan 25 bps menjadi 5,50 persen. Pelonggaran kebijakan moneter tersebut dilakukan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, ada beberapa pertimbangan terkait dengan keputusan memangkas suku bunga acuan. Salah satunya, inflasi yang diprediksi tetap berada dalam tren rendah tahun ini. Yakni, berada di bawah titik tengah target 3,5 persen plus minus 1 persen.

Kemudian, BI optimistis dengan penurunan suku bunga acuan tersebut dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik juga masih menarik sehingga mampu mendukung stabilitas eksternal. “Kita harus antisipatif dari risiko perlambatan ekonomi global dan penurunan suku bunga ini sebagai preemptive untuk mendorong ekonomi Indonesia ke depan,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, berlanjutnya ketegangan hubungan dagang dan sejumlah risiko geopolitik makin menekan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.

Perry menuturkan, agar ekonomi tumbuh, permintaan domestik harus didorong. Di sisi lain, konsumsi dan investasi juga harus terjaga. Karena itu, dia berharap pasar dapat cepat merespons kebijakan pelonggaran moneter tersebut. Perbankan juga diminta segera menyesuaikannya dengan memangkas suku bunga kredit.

Penurunan bunga kredit diharapkan bisa mendorong penyaluran kredit, baik dari sisi korporasi maupun rumah tangga. “Penurunan suku bunga ini akan membuat biaya korporasi untuk berinvestasi di dalam negeri menjadi lebih rendah. Permintaan investasi yang meningkat bakal mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi dan pembiayaan, baik dari perbankan maupun non perbankan seperti pasar modal dalam negeri,” jelasnya.

Menurut Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto, keputusan BI menurunkan suku bunga acuan adalah kebijakan yang tepat. “Keputusan tersebut merupakan langkah strategis dan taktis dengan pemilihan waktu yang tepat. Ini sesuai dengan semangat BI untuk selalu berusaha preemptive actions atau ahead the market,” tuturnya.

Menurut Ryan, pertimbangan penurunan hanya 25 bps dilandasi beberapa hal. Di antaranya, ekspektasi inflasi yang rendah di kisaran 3,3 persen, posisi yield surat utang domestik yang masih kompetitif dan atraktif, serta perlunya kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif. “Ini dilakukan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi melalui jalur perbankan. Hal ini dinilai wajar dan dapat diterima dengan baik oleh pelaku pasar,” katanya.

Ryan meyakini, langkah BI itu akan berdampak positif bagi sektor perbankan dan riil. Upaya tersebut diharapkan bisa menjadi stimulus untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen tahun ini.

Namun, lanjutnya, BI juga memberikan sinyal agar semua pihak terus mewaspadai perkembangan ekonomi global yang diindikasi melambat. BI merasa perlu menjaga ketahanan atau resiliensi ekonomi domestik melalui penetapan suku bunga acuan yang akomodatif (dovish). “Tinggal kita tunggu hadirnya kebijakan fiskal yang juga akomodatif melalui serapan anggaran yang lebih agresif untuk menguatkan kebijakan moneter BI yang akomodatif sejauh ini,” tuturnya.

Kemarin, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI mencatat nilai tukar rupiah di posisi Rp 14.249 per USD. Uang garuda menguat 15 poin dibandingkan perdagangan sebelumnya. Sementara, indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ke zona hijau dengan berada di level 6.255. Sementara perdagangan sebelumnya menempatkan IHSG di angka 6.239. (ken/dee/jpg/ndu2)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X