Menunggak Bayar Denda di KPPU, Sanksi Pidana Menanti Pengusaha

- Sabtu, 24 Agustus 2019 | 10:35 WIB

BALIKPAPAN- Komisi Pengawas persaingan Usaha (KPPU) Wilayah V Kalimantan mencatat sejak 2007 ada denda dari pengusaha yang belum terbayarkan. Total denda yang menunggak mencapai Rp 25,48 miliar. Tindakan kooperatif mulai dilakukan guna menekan agar para pengusaha tersebut membayar kewajiban mereka.

Anggota Komisi KPPU Pusat Guntur Syahputra Saragih mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengusut semua tunggakan denda yang belum terbayarkan. “Pada periode kepemimpinan yang baru ini kami lebih tegas. Mulai dari sini kami akan cari dan mendorong mereka membayar,” tuturnya, Jumat (23/8).

Ia menjelaskan, setelah putusan persidangan KPPU ditentukan denda karena sanksi kasus yang pengusaha itu lakukan. Mayoritas kasus yang terjadi karena persekongkolan tender. Di Kalimantan baik nasional mayoritas memang persekongkolan tender. “Dari data yang dicatat 71 persen kasus tender,” bebernya.

Disebutkannya, untuk angka nasional, sejak 2001 denda yang belum terbayarkan Rp 257,34 miliar. “Saat ini kami sudah melakukan komunikasi kepada pengusaha yang belum menuntaskan kewajibannya. Mereka sudah terbukti salah namun masih bandel. Kami punya wewenang untuk mempersulit usaha mereka. Kami lakukan pendekatan dulu, kalau masih tidak merespon ancaman pidana menanti,” terangnya.

Pihaknya menyampaikan, dalam UU Nomor 5 Pasal 44 Tahun 1999 ada ketentuan KPPU untuk melakukan eksekusi. Di situ tertuang denda yang diberikan kepada pengusaha yang bersalah. Kalau masih membandel, sanksi pidana denda lebih berat dari sanksi administrasi pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999.

“Bila putusan itu tidak dilaksanakan atau denda tidak dibayarkan, sanksi pidana lebih berat menanti. Ada denda hingga Rp 25 miliar paling tinggi Rp 100 miliar. Masih membandel menanti kurungan selama-lamanya enam bulan,” ujarnya.

Ia menyebutkan, beberapa kendala di lapangan mulai dari terlapor berpindah alamat dan sampai saat ini belum diketahui keberadaannya. Jangka waktu Putusan KPPU dan Putusan MA memiliki rentang waktu yang cukup lama, sehingga saat putusan, terlapor sudah tidak berada pada alamat perusahaan dalam putusan KPPU.

Kemudian, susunan kepengurusan terlapor berubah. Mengakibatkan adanya saling lempar tanggung jawab antara pengurus lama dan baru, terlapor tidak kooperatif dalam melaksanakan putusan KPPU, menolak untuk melaksanakan putusan komisi, karena perusahaannya hanya dipinjam saat tender. “Kasus ini banyak yang terjadi. Orang meminjam perusahaan orang lain,” bebernya.

Kemudian, terlapor tidak melaksanakan putusan komisi dengan alasan tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar denda. Tidak tertagih karena ada pengurus yang dianggap paling bertanggungjawab  saat tender, telah meninggal dunia. Permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) tidak efektif. KPPU tidak melampirkan data barang bergerak tidak bergerak miliknya terlapor.

Kepala KPPU Wilayah V, M Hendry Setyawan mengatakan, beberapa langkah sudah dilakukan pihaknya. Mulai meminta pihak ketiga melakukan penagihan, upaya persuasif, teguran tertulis, dan publikasi media. “Ada yang nilainya kecil hanya ratusan juta. Biasanya mereka tidak bisa membayar karena tidak memiliki aset lagi. Usaha mereka terbilang kecil, namun denda tetap harus dibayarkan,” tuturnya.

Di Kaltim, sebagai contoh kasus empat paket pengadaan alat kedokteran RSUD AW Syahranie belum dibayar. Ada tiga perusahaan yang terlibat, satu perusahaan nilainya hingga Rp 1 miliar. (aji/ndu)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Perkuat Kerja Sama dengan SRC

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:49 WIB

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB
X