Kapal Open Arms yang membawa 83 imigran diperbolehkan berlabuh di Lampedusa, Italia, Selasa (20/8). Para pencari suaka itu akhirnya menginjakkan kaki di benua harapan.
Pulau Lampedusa, Italia, itu terlihat begitu nyata dan dekat. Jaraknya hanya 275 meter dari Kapal Open Arms. Karang, pantai, dan perbukitannya, bahkan terlihat dengan jelas. Namun, 147 imigran yang diselamatkan kapal milik Spanyol Jumat (2/8) itu tak bisa menjangkaunya. Italia menutup semua pelabuhannya untuk imigran, tak terkecuali di Lampedusa.
Para imigran itu sudah menempuh berkilo-kilo meter dan bertaruh nyawa untuk sampai di Benua Eropa. Ibarat kata, jarak mereka ke Benua Biru itu hanya selemparan batu. Tapi kebijakan Italia membuat impian mereka harus tertunda. Menteri Dalam Negeri Italia Matteo Salvini tak mau mengubah keputusannya.
Selama 19 hari para imigran itu harus hidup dalam keterbatasan dan keputusasaan. Situasi di dalam kapal sangat tak layak. Mereka harus rela tidur berimpit-impitan dengan para imigran lain. Tak ada tempat untuk sekadar berjalan dan merenggangkan kaki. Di dalam kapal itu juga hanya ada dua toilet yang harus dipakai bersama. Antreannya, jangan ditanya. Panjang mengular.
Satu demi satu para imigran itu ambruk. Mereka yang sakit inilah yang boleh dibawa ke daratan. Sabtu (17/8) pemerintah Italia akhirnya memperbolehkan anak-anak dibawa ke daratan. Tapi tidak dengan mereka yang masih sehat. Menunggu tanpa kepastian dan menjalani kehidupan yang monoton selama berhari-hari membuat para imigran itu tertekan dan stres. Beberapa di antaranya sudah menunjukkan tanda-tanda ingin bunuh diri.
Minggu (18/8) lebih dari 10 orang akhirnya memutuskan untuk melemparkan diri ke laut dan berenang ke pantai. Mereka akhirnya ditarik oleh tim penyelamat pantai dan dibawa ke daratan. Hingga akhirnya hanya ada 83 imigran yang tersisa.
''Kami sudah memperingatkan selama berhari-hari bahwa keputusasaan juga memiliki batas,'' cuit pendiri Lembaga Non Pemerintah Proactiva Open Arms Oscar Camps seperti dikutip Al Jazeera terkait para imigran yang memilih berenang ke Lampedusa.
Italia sempat memberi tawaran kepada Proactiva Open Arms. Mereka akan menyediakan kapal untuk membawa para imigran itu ke Spanyol. Namun, ada syaratnya. Kapal Open Arms harus melepas bendera Spanyol. Tanpa bendera, mereka tidak bisa melakukan misi penyelamatan lagi dan bisa diintervensi siapa saja. Harga tawaran Italia terlalu mahal bagi Open Arms. Karena itu mereka memilih diam dan menunggu.
Penantian mereka berakhir Selasa (20/8) setelah jaksa Italia mengunjungi kapal Open Arms. Kondisi kesehatan dan kebersihan di kapal itu sudah mencapai batas yang mengkhawatirkan. Jaksa meminta agar Kapal Open Arms diperiksa dan semua imigran di dalamnya diperbolehkan untuk mendarat di Lampedusa.
''Akhirnya, mimpi buruk itu berakhir,'' bunyi pernyataan Proactiva Open Arms seperti dikutip Associated Press. Sebagai gantinya, Kapal Open Arms akan ditahan sementara. Mereka tak mempermasalahkannya. Mereka juga terancam membayar denda EUR 901 ribu atau setara Rp 14,2 miliar. Itu adalah harga yang harus dibayar untuk misi kemanusiaan yang mereka lakukan.
Saat para imigran di atas kapal menerima kabar tersebut, mereka seakan meledak karena bahagia. Mereka memandang Lampedusa dengan mata berbinar ketika kapal yang membawa mereka menuju pelabuhan. Akhirnya, mereka tiba di benua harapan.
Para imigran itu tidak akan tinggal di Italia. Enam negara Eropa, yaitu Prancis, Jerman, Rumania, Portugal, Spanyol, dan Luxembourg, siap menampung. Belum diketahui berapa pembagiannya. Yang jelas, sejak awal Spanyol menawarkan diri untuk menampung para imigran yang ditolak Italia itu. Kapal perang Audaz milik Spanyol sudah bertolak dari pangkalan militer Rota di Cadiz menuju Italia. (sitiaisyah/jpg/dwi/k16)