SAMARINDA–Bau amis rasuah menyeruak dari videotron di Jalan Slamet Riyadi, Sungai Kunjang. Korps Adhyaksa Samarinda mengendus indikasi penyimpangan dari pengadaan videotron yang kini tidak lagi berguna itu.
“Sudah masuk tahap penyidikan,” ucap Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Samarinda Zainal Effendi. Penyelidikan dugaan korupsi dalam pembangunan alat peraga visual itu, kata dia, sudah ditelusuri sejak awal 2019 dan baru naik status sebelum hari kemerdekaan lalu. Dugaan korupsi yakni atas pengadaan videotron senilai Rp 2,5 miliar pada 2014. Diduga ada penggelembungan harga.
Kondisinya pun kini terbilang miris. Berada di simpang tiga Jalan Slamet Riyadi dan Meranti, videotron itu justru tidak berfungsi lagi. Posisinya tertutup rimbunnya pohon di sempadan Sungai Mahakam.
Dari penelusuran jaksa, alat peraga itu terakhir kali beroperasi medio 2017. Zainal, begitu dia disapa, menjelaskan jika pengadaan barang itu dilakukan Dinas Penanaman Modal Daerah (DPMD) Samarinda, sebelum digabung menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BP2TSP).
Kocek Rp 2,5 miliar dibagi peruntukannya, sekitar Rp 1,8 miliar untuk menyediakan videotron lewat lelang daring, Rp 350 juta untuk konstruksi, serta perencanaan dan listrik sekitar Rp 140 juta. “Yang jelas mengarah ke mark-up (penggelembungan harga), tinggal cari siapa yang bertanggung jawab dan berapa kerugiannya,” tutur dia.
Sejauh ini, sudah lebih 20 saksi diperiksa. Dari kontraktor hingga pejabat Pemkot Samarinda. Penelusuran lain yang diambil, sambung dia, mengomparasikan pengadaan videotron serupa di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim di Jalan Bhayangkara, Samarinda Kota.
Pengadaan peraga visual di kawasan itu terjadi pada tahun yang sama, bahkan memakan anggaran hanya sekitar Rp 544 juta. “Total pengadaan Videotron di situ (Bappeda Kaltim), sekitar Rp 800 juta. Sudah termasuk konstruksi dan perencanaannya,” sambung dia.
Kini selepas anasir pidana dikantongi, kejaksaan bakal berkonsentrasi mencari siapa pelaku yang menggerus uang negara ke kantong pribadi tersebut. “Kita enggak bisa mematok kapan rampung. Yang jelas kami bekerja maksimal,” tutupnya. (*/ryu/dns/k8)