SAMARINDA–Geografis Kota Tepian yang berbatasan langsung dengan Kutai Kartanegara (Kukar) rawan berkelindan masalah. Khususnya masyarakat yang bermukim di pinggiran kota. Koordinasi dua pemerintah sudah berjalan dan tertuang dalam nota kesepahaman.
Kini kedua pemerintah ini pun perlu menyusun surat perjanjian kerja sama (SPKS) agar pembenahan administrasi kependudukan dan hukum masyarakat di sekitar batas wilayah tidak tumpang-tindih.
“Masih disusun, nanti baru koordinasi lagi dengan Pemkab Kukar dan pemprov,” ujar Tejo Sutarnoto, asisten I bidang hukum dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kota Samarinda, beberapa waktu lalu.
Penetapan batas wilayah daerah antara Samarinda dan Kukar sudah dievaluasi Kemendagri medio 2018. “Ada beberapa warga memang yang kebingungan karena bermukim di batas,” ulasnya.
Kapan koordinasi lanjutan, Tejo mengaku ihwal itu belum bisa diprediksi karena pemkot maupun Pemkab Kukar masih menyusun SPKS yang menjadi kesepakatan dua pihak. “Draf dari pemkot masih disusun,” pungkasnya.
Menukil bank data Kaltim Post, masalah tapal batas ini pernah mencuat medio Januari 2017 di Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kecamatan Samarinda Utara. Kala itu, warga di tiga RT di Sungai Siring, Samarinda, kebingungan mengurus administrasi kependudukan dan terdapat tumpang-tindih status lahan. Masalah ini diselesaikan lewat panitia khusus bentukan DPRD Samarinda.
Batas Kota Tepian yang dikelilingi Kukar itu, sejatinya, tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 21/1987 tentang Penatapan Batas Wilayah Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kabupaten Kukar dan Kabupaten Pasir.
Khususnya, Pasal 4 dari beleid tersebut. Di utara, Samarinda berbatasan langsung dengan Kecamatan Muara Badak dan Tenggarong. Sementara Kecamatan Anggana menjadi batas di Timur. Loa Janan dan Loa Kulu menjadi batas di barat dan Sangasanga di selatan.
Semula luas Samarinda, mencapai 1.500 kilometer persegi karena adanya PP tersebut luasannya pun menyusut, menyisakan 718 kilometer persegi. (*/ryu/dns/k8)