Upacara di Kolam Bekas Tambang, Suarakan Aspirasi hingga Istana Negara

- Selasa, 20 Agustus 2019 | 11:14 WIB

Bermukim di tengah aktivitas eksploitasi sumber daya alam, tak melulu merasa nyaman. Mahalnya harga gas, tak ada SPBU, hingga kesulitan air bersih menjadi santapan sehari-hari warga RT 24, Sangasanga Dalam, Kukar.

 

UPACARA peringatan HUT ke-74 RI oleh warga RT 24, Kelurahan Sangasanga Dalam, di kolam eks tambang menyita perhatian. Keluhan masyarakat terkait hak-hak kebutuhan dasar pun disuarakan. Tak hanya berharap lingkungan sehat dan tidak tercemar, mereka juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan bakar bersubsidi.

Dengan membentangkan bendera Merah Putih selebar 2x5 meter, warga menyampaikan sejumlah aspirasi. Tak hanya para tokoh kampung, juga anak-anak yang merupakan generasi penerus dari Sangasanga. Mereka berbondong-bondong dari rumah menuju lokasi kolam eks tambang yang menjadi lokasi upacara.

Ketua RT 24 Kelurahan Sangasanga Zainuri mengatakan, dipilihnya lokasi kolam eks tambang untuk memperingati upacara HUT RI sebagai bentuk keprihatinan warga terhadap nasib Kota Juang Sangasanga. “Tanah yang telah dibebaskan para pejuang ini, ternyata masyarakat tidak mendapat kemakmuran dari hasil sumber daya alamnya,” terang Zainuri.

Dia pun menceritakan sejumlah ironi yang dihadapi masyarakat. Kecamatan yang kaya sumber daya migas ini, kata dia, tak memiliki SPBU. Jadi, masyarakat harus mendapatkan BBM dengan harga yang lebih mahal dibanding yang ditetapkan pemerintah.

Belum lagi, kata dia, masyarakat masih sulit mendapatkan gas elpiji. Kalaupun ada, harganya dipastikan lebih mahal dibanding harga normal. Padahal, kata dia, bisa jadi gas yang dijual tersebut merupakan hasil perjalanan panjang dari bumi Sangasanga.

Belum lagi, lanjut dia, sejumlah gua serta tempat bersejarah yang menjadi tempat pejuang kemerdekaan bergerilya, ternyata ada yang ditambang. Pada 2004, warga setempat punya sumber air yang sangat bersih tapi sekarang dirusak dengan aktivitas tambang.

“Kami harus membeli air PDAM yang hanya menyala selama enam jam sekali. Itulah ironi tinggal di tanah yang kaya sumber daya alam,” imbuhnya.

Petani, kata dia, terpaksa menyiram tanaman dengan air yang tercemar karena airnya asam dan mengandung zat besi tinggi. Air asam tidak hanya membahayakan tapi juga merusak kesuburan tanah. Akibatnya petani harus mengeluarkan biaya tinggi untuk membeli kapur dan pupuk kandang lebih banyak, agar air asam tidak merusak tanaman.

“Apakah ada kemakmuran yang diberikan pemerintah kepada rakyat Sangasanga di tengah eksplorasi sumber daya alam tersebut? Padahal, jalan rusak di mana-mana. Belum lagi perusahaan begitu sulit mengeluarkan dana CSR-nya kepada masyarakat,” tambahnya.

Seusai upacara, warga menanam pohon di lahan pascatambang di RT 24 yang ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan. Lahan pascatambang yang tidak direklamasi itu, kata dia, menjadi simbol bencana bagi masyarakat.

“Selain itu, kami mengirim perwakilan masyarakat Sangasanga untuk menggelar aksi di Istana Negara. Ini juga bentuk penyampaian aspirasi supaya didengar pemerintah pusat,” tutup Zainuri. (qi/kri/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X