Dia pernah berkeringat menjadi kuli bangunan, sopir, hingga office boy. Roda kehidupan pun membawa Rudy Setiawan mengenal dunia kuliner. Kini, 18 tahun sudah Rudy berkecimpung dalam bisnis makanan. Kepiting adalah sumber rezekinya.
RESTORAN yang terletak di bilangan Marsma R Iswahyudi Balikpapan itu semakin ramai. Orang-orang sibuk dengan mulut dan tangan yang bekerja, menikmati hidangan. Ditemani live music dengan iringan gitar, saksofon, dan piano.
Dari sekian banyak orang, sang pemilik restoran ikut membaur. Asyik berbincang dengan para tamu. Menyadari kehadiran awak Kaltim Post, dia pamit kepada lawan bicaranya. Dialah Rudy Setiawan. Dibarengi gaya nan santai, dia antusias menyanggupi sesi wawancara saat itu.
Pria asal Jember itu merantau ke Samarinda pada 1979 melalui kapal. Saat itu, usianya 19. Dalam benaknya, dia harus segera mencari pekerjaan. Dia bertolak ke Muara Badak dan bekerja sebagai kuli bangunan selama tujuh bulan. Kemudian, menjadi sopir dan office boy. Sampai akhirnya melamar posisi sebagai sekretaris manajer di tempatnya bekerja. Pada 1982 dia diterima kerja.
Awal 2000, Rudy harus menerima kenyataan diberhentikan dengan alasan efisiensi karyawan. Enam bulan berlalu, berkeliling mencari pekerjaan baru. Hasilnya nihil. Perlahan, Rudy mengubah pola pikir. Dia meyakinkan diri untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Sebelum mendirikan Dandito, dia sempat mencoba peruntungan dengan menjual berbagai menu, antara lain nasi campur, nasi goreng, bakso, sup kaledo, hingga masakan barat. Lebih dari sepuluh kali ganti menu tidak ada yang membuahkan hasil.
“Saya terinspirasi dengan melihat dua restoran kepiting yang ada di Balikpapan. Dari situ, saya berpikir untuk membuka usaha kuliner dengan kepiting sebagai menu andalan. Dandito berdiri pada 2001. Saat itu, ada satu kendala. Saya enggak bisa masak. Susah sekali mewujudkan keinginan itu. Enggak punya duit, utang sudah banyak,” kenang Rudy.
Tidak patah arang. Tekadnya kuat di dunia kuliner. Dia berinisiatif mencari resep kepiting. Dengan beberapa perubahan, terciptalah kepiting saus dandito yang kini menjadi favorit dan kerap direkomendasikan ke pelanggan.
“Awalnya tidak berhasil. Banyak komplain. Akhirnya, tiap hari saya nongkrong di gudang kepiting. Belajar mengenai kepiting yang bagus. Setelah tahu dan menyajikan kepiting berkualitas baik, tamu jadi suka,” imbuh pria berkacamata itu.
Dia menyebut, terdapat dua penyakit yang akan selalu dialami pemilik usaha restoran. Pertama, ingin restoran ramai tapi harus pusing dulu. Kalau sepi akan semakin pusing. Kedua, mesti siap menerima keluhan terkait pelayanan. Menurut Rudy, tidak bisa diketahui siapa yang akan menyambangi restoran, apa yang dipesan, hingga jam berapa datangnya. Telinganya pun selalu terbuka untuk mendengarkan keluh kesah pelanggan.
“Komentar baik justru tak begitu diperhatikan. Tapi, komplain kurang baik pasti jadi perhatian utama saya. Menghadapi amarah orang itu kan tidak ada ilmu atau sekolahnya. Jadi harus dialami sendiri. Kuncinya, kalau punya usaha itu harus sabar dan tekun supaya lebih baik,” pungkasnya lalu tersenyum. (*/ysm*/rdm/k8)