Rohingya, Entitas yang Dianggap Tak Pernah Ada

- Senin, 19 Agustus 2019 | 09:56 WIB

"Saya akan menjadi buron atau tidak eksis sama sekali."

Kalimat itu adalah penggalan isi buku From First, They Erased Our Name: A Rohingya Speaks karya Habiburahman. Pria yang dipanggil Habib itu warga asli Rohingya. Dia lahir di salah satu desa di Rakhine, Myanmar, pada 1979. Habib melarikan diri dari negaranya dan tiba di Australia pada 2009 dengan menaiki perahu. 

Buku karya Habib tersebut baru dirilis bulan ini. Di dalamnya, dia menceritakan perjuangan hidup, hinaan, dan ketakutan yang dialami penduduk Rohingya sehari-hari. Setidaknya dari yang dialami Habib selama tinggal di Rakhine.

Habib dan seluruh penduduk Rohingya tak pernah diakui sebagai warga negara Myanmar. Pun demikian ketika dia sampai di Australia. Nasibnya belum jelas. Meski dia diakui sebagai pengungsi dan punya visa sementara, status kewarganegaraannya masih tak pasti. Habib belum memiliki kewarganegaraan. ’’Saya tak bisa pergi ke mana-mana,’’ ujar Habib sebagaimana dikutip The Guardian.

Habib menceritakan, pada 1982, diktator Myanmar Ne Win mengeluarkan aturan hukum yang menyatakan bahwa warga negara seharusnya anggota etnis tertentu. Di daftar etnis itu, tak ada Rohingya. Padahal, jumlah penduduk Rohingya lebih dari satu juta orang. Sejak saat itu, kata Rohingya menjadi terlarang. Mereka dilabeli sebagai pengungsi dari Bangladesh. 

Habib yang kala itu masih anak-anak sering dipanggil dengan sebutan kalar. Itu adalah istilah hinaan untuk menyebut orang berkulit gelap. Warga Rohingya harus mendapat izin jika keluar ke desa lain atau untuk menikah. Akses kesehatan dan pendidikan sangat dibatasi, bahkan kadang terlarang. Habib harus menyembunyikan identitasnya agar bisa kuliah. 

Suap sudah menjadi hal wajar. Penduduk Rohingya rela memberikan apa saja ke militer atau pejabat pemerintah lainnya agar terhindar dari masalah. Mereka bahkan harus rela rumahnya diambil untuk membuat toilet militer.  

Habib mengaku ingin menuliskan kisahnya karena penderitaan warga Rohingya tidak pernah dilaporkan selama puluhan tahun. Mereka yang pernah menulis hanya tahu dari luar, tidak menjalaninya sehari-hari. Habib ingin seluruh orang tahu seperti apa rasanya menjadi seorang Rohingya. ’’Generasi baru di Burma (Myanmar, Red), mereka tak tahu apa-apa tentang Rohingya,’’ terangnya. (sha/c17/dos/jpg/dwi/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X