Iduladha dan Kemerdekaan

- Jumat, 16 Agustus 2019 | 10:27 WIB

Oleh: Bambang Iswanto

Dosen IAIN Samarinda

Jarak antara Iduladha dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini tidak sampai sepekan. Keduanya terkait dengan peristiwa sejarah. Iduladha erat kaitannya dengan peristiwa sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Yang sarat muatan nilai agama yang berdimensi vertikal dan horizontal.

Sedangkan peristiwa kemerdekaan Republik Indonesia erat kaitannya dengan sejarah proklamasi, yang terhubung kuat dengan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Dua peristiwa sejarah tersebut terhubung dengan jembatan pengorbanan. Peristiwa keagamaan Iduladha adalah cerita tentang pengorbanan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sedangkan kemerdekaan adalah gambaran hasil pengorbanan dan perjuangan bangsa Indonesia. Keduanya juga menarasikan posisi penting kemerdekaan dalam kehidupan.

Iduladha tidak bisa lepas dari kisah pengorbanan hebat Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Sangat wajar kehebatan pengorbanan mereka terekam abadi dalam Alquran. Tidak ada yang meragukan pengorbanan Ibrahim.

Ketika Ibrahim diperintah Tuhan mengorbankan anaknya dengan cara disembelih, tidak ada bantahan dan keraguan dalam diri Ibrahim. Anak yang akan dijadikan sembelihan pun bukan anak biasa.

Ismail, merupakan karunia besar Ibrahim yang baru diperoleh setelah berikhtiar dan berdoa dalam kurun waktu yang lama. Dalam usia kurang lebih 86 tahunan, barulah bayi Ismail lahir.

Saat Ismail tumbuh menjadi anak yang saleh dan hebat, yang kehebatannya dilukiskan dalam Alquran sebagai anak yang sangat sabar. Ibrahim berada di puncak kasih sayang dan kebahagiaan memiliki anak, tiba-tiba mendapat perintah menyembelihnya. Perintah datang pada situasi tersulit. Dan Ibrahim berhasil melaksanakannya.

MERDEKA DARI EGO

Kerelaan dan kepatuhan Nabi Ibrahim dan Ismail terhadap perintah Allah, merupakan keberhasilan mereka menjadi manusia-manusia yang merdeka. Merdeka dari ego. Jika Ibrahim dan Ismail masih dikuasi ego, maka tidak akan lahir kepasrahan melaksanakan perintah.

Seandainya Ibrahim merasa menjadi pemilik mutlak anak, atau merasa rugi menyerahkan hidup Ismail, mustahil perintah dijalankan. Atau Ismail, sebagai anak mengiba-iba agar tidak disembelih karena merasa tidak layak dikorbankan, bisa jadi sejarah kurban tidak terjadi. Tetapi faktanya, mereka berhasil menanggalkan ego, meski dalam godaan hebat setan.

Ketika Ibrahim dan Ismail berhasil memerdekakan diri dari ego, saat itulah ujian pengorbanan mereka lulus. Allah menggantikan tubuh Ismail dengan domba sebagai sembelihan. Allah hanya menguji keimanan dan melihat sejauh mana Ibrahim dan Ismail mampu mengatasi ego mereka.

Tidak ada sesembahan kurban jiwa manusia yang dikehendaki Allah. Tidak masuk akal, Tuhan yang menjadikan manusia sebagai ciptaannya yang sempurna menjadi sesembahan.

Makna simbolik yang dapat ditarik dari penyembelihan binatang adalah manusia harus mampu memerdekaan diri dari sifat-sifat kebinatangan dengan membunuh sifat-sifat yang bersemayam dalam diri manusia.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X