Melirik Peluang Ekspor Kakao di Uni Eropa

- Selasa, 13 Agustus 2019 | 13:12 WIB

JAKARTA - Petani kakao di Mahakam Ulu (Mahulu) dapat bernapas lega. Saat ini pemerintah terus berupaya menggenjot produksi nasional. Selain memenuhi tingginya permintaan di dalam negeri, peningkatan produksi diperlukan untuk menangkap peluang-peluang ekspor terutama peluang yang diberikan pasar Uni Eropa.

Data menunjukkan konsumsi coklat untuk 10 negara kawasan Eropa pada 2019 mencapai 6,2 kg/kapita/tahun. Di mana konsumsi tersebut didominasi oleh konsumsi cokelat negara Swiss (8,2 kg/kapita/tahun), Jerman (7,9 kg/kapita/tahun) serta Inggris dan Irlandia dengan masing-masing konsumsi mencapai 7,4 kg/kapita/tahun.

Saat ini, kakao merupakan salah satu komoditi pertanian yang fokus dikembangkan Pemkab Mahulu sejak lima tahun terakhir. Berkat kerja keras dan dukungan masyarakat kelompok tani yang tergabung dalam pengembangan komoditi pertanian tersebut, kini Mahulu sudah memiliki lahan kakao 1.360 hektare dengan jumlah produksi puluhan ton per bulan.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Mahakam Ulu Saripudin mengatakan, masyarakat saat ini memang perlu mendapat perhatian langsung dari pemerintah karena saat ini masih mengandalkan para penengkulak.

“Produksi kakao di Mahulu per bulan sekitar 23 ton. Sedangkan pemasarannya ada yang ke Sulawesi dan Samarinda, tapi belum dibantu oleh Pemerintah. Jadi teknisnya petani langsung jual ke pengumpul di kampung masing-masing,” ungkapnya seperti dikutip dari RRI Indonesia.

Terkait dengan peningkatan konsumsi cokelat, Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono mengatakan tingginya konsumsi cokelat di kawasan Uni Eropa menjadi daya tarik tersendiri bagi negara produsen kakao dunia, termasuk Indonesia, terutama untuk kakao olahan yang bernilai lebih tinggi dibandingkan ekspor biji kakao.

“Bagi orang Eropa, cokelat dalam bentuk padat maupun yang dikonsumsi dalam bentuk beverages merupakan barang konsumsi wajib selain kopi dan cake,” ungkap Kasdi, akhir pekan lalu.

Menurut studi yang dilakukan Universitas of New England pada 2014, zat flavanoid yang terkandung di cokelat juga berfungsi untuk meningkatkan memori otak pada manusia. Fakta tersebut, juga turut memengaruhi tingginya konsumsi cokelat di wilayah tersebut.

Secara global, ungkap Kasdi, impor Eropa pada 2018 didominasi oleh biji kakao dengan volume mencapai 2,3 juta ton yang diikuti dengan cocoa butter, fat and oil dengan jumlah volume mencapai 604.529 ton, cocoa paste (excluding defatted) dengan volume mencapai 502.866 ton dan cocoa paste, wholly or partly defatted dengan volume mencapai 139.253 ton.

“Ini bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia, kakao telah menjadi komoditas andalan ekspor nasional, di samping kelapa sawit dan karet,” terang Kasdi. Untuk mengoptimalkan ekspor kakao Indonesia. Kementerian Pertanian telah melakukan beberapa upaya untuk menekan hambatan dalam meningkatkan ekspor kakao olahan Indonesia ke Uni Eropa.

Kementerian Pertanian Indonesia melalui wadah diplomasi Indonesia–EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU–CEPA) terus melakukan kerja sama diplomasi dan upaya dagang untuk mengurangi tarifikasi kakao di Eropa sekaligus meningkatkan konsumsi kakao olahan Indonesia di wilayah tersebut.

Selain itu, lanjut Kasdi Kementerian Pertanian terus meningkatkan program BUN500 yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kakao nasional melalui penyediaan bibit kakao unggul. “Ketersediaan benih unggul merupakan faktor penentu. Dalam lima tahun ke depan BUN 500 diharapkan dapat menggenjot capaian ekspor perkebunan lebih agresif,” tutupnya. (ndu2)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X