KPI Mau Awasi Konten Digital, Petisi Menolak pun Bergulir

- Selasa, 13 Agustus 2019 | 12:27 WIB

JAKARTA -- Petisi menolak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi konten digital terus bergulir. Rencananya, petisi tersebut bakal diserahkan ke KPI pekan ini. Mewakili publik yang menandatangani petisi, Jubir Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dara Nasution terus berupaya menyuarakan aspirasi tersebut ke pemerintah.

Hingga Senin malam (12/8), tercatat sudah hampir 64 ribu orang menandatangani petisi online tersebut. "Kami masih berkoordinasi dengan pihak petisi online untuk menyerahkannya Rabu ini (14/8)," jelas Dara kemarin.

Sebagai penggagas, Dara menilai bahwa KPI saat ini tidak punya kapasitas untuk mengawasi konten digital. Seperti YouTube dan Netflix. Sebab, platform tersebut bersifat personal dan tidak menggunakan frekuensi publik. Dia juga mempertanyakan argumen KPI untuk mengawasi layanan streaming layaknya media sosial yang kerap digunakan menyebar hoax. "Mesti bisa bedakan antara Netflix dengan medsos," terangnya.

Dia sendiri sepakat apabila ada peraturan yang mengatur media baru. Tetapi, tidak pukul rata pada konten atau platformnya. Melainkan pada hal-hal negatif seperti hate speech. "Kalau perlu, ada peraturan tapi untuk konten kreatornya, supaya menghasilkan konten yang baik," lanjut Dara.

Sebelumnya, KPI melempar wacana untuk mengawasi Netflix dan YouTube sejak pekan lalu. Ketua KPI Agung Suprio menjelaskan, wacana tersebut berangkat dari keresahan masyarakat. "Kami menerima banyak laporan dari masyarakat, terutama ibu-ibu, tentang tayangan yang kurang mendidik," jelas Agung.

Agung menambahkan, sejatinya pengawasan konten digital kurang lebih akan sama seperti TV berlangganan. KPI sebelumnya telah memiliki fungsi pengawasan terhadap lembaga penyiaran berbayar (LPB). Nah, platform yang menerapkan sistem subscribe atau berlangganan memiliki karakteristik yang sama. "Ini sudah diatur dalam Undang-undang 32/2002 tentang penyiaran, di pasal 25 dan pasal 26," jelasnya.

Muncul isu pula bahwa hanya platform tertentu yang dibahas dalam wacana pengawasan ini. Padahal, layanan konten digital tidak sebatas Netflix dan YouTube saja. Perusahaan telekomunikasi besar di Indonesia juga memiliki platform serupa. Di antaranya Iflix dan HOOQ yang berada di bawah payung Telkom. Agung menampik isu "pilih kasih" tersebut.

Dia menegaskan, semua platform konten digital bakal tetap diawasi. Termasuk kedua layanan streaming milik salah satu BUMN itu. "Kita mengawasi semua, baik tayangan asing maupun lokal. Sebenarnya, tayangan sekarang pun sudah sulit dibedakan mana lokal dan mana asing, tidak terbatas," jelasnya.

Wacana tersebut, lanjut dia, masih menunggu pengesahan revisi UU juga. Sehingga tidak akan langsung diterapkan dalam waktu dekat. Dia menyatakan, KPI juga membuka ruang diskusi melalui FGD yang melibatkan beberapa pihak. "Pertama-tama kita harus mendengar pendapat dari pakar hukum dulu," lanjut Agung. (deb)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X