JAKARTA – Mencuatnya draf Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42/2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus menuai sorotan. Bahkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyuarakan penolakan terhadap draf perpres yang telah disahkan Presiden Joko Widodo pada bulan lalu itu.
Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam menilai perpres yang menjadi dasar pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI yang salah satu tugasnya bergerak di bidang terorisme itu sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi dan upaya menegakkan HAM di Indonesia. ”Kami mendesak pemerintah mereview draf perpres tersebut,” ujarnya, kemarin (11/8).
Anam menyebut tugas TNI di bidang terorisme dapat menimbulkan potensi pelanggaran HAM. Sebab, TNI bukanlah aparat penegak hukum, melainkan alat pertahanan negara. Hal itu diatur ditegaskan dalam beberapa aturan perundang-undangan. Misal, pasal 30 ayat (3) dan (4) UUD 1944. Kemudian Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian.
Bukan hanya itu, tugas baru TNI yang diatur dalam perpres tersebut juga berseberangan dengan UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian dan UU Nomor 34/2004 tentang TNI. Selain aspek legal, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme juga belum memenuhi kriteria mengancam kedaulatan negara dan penegak hukum sudah tidak bisa mengatasinya lagi.
Lebih jauh, Anam menyebut upaya perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM akan terancam dengan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Terutama bila TNI nantinya benar-benar melakukan kegiatan penangkapan, penindakan dan pemulihan. Tindakan itu melampaui kewenangan dan tugas pokok fungsi TNI. (tyo)