Jumat (9/8), Kaltim Post kedatangan tamu jauh dari negeri Palestina. Syekh Shuhaib Mazin Qannu’ namanya. Pemuda asal Gaza, Palestina, itu sudah sebulan mendakwahkan Islam ke Kota Tepian.
NOFIYATUL CHALIMAH, Samarinda
DIBANTU Ahsanur Ahmad, kepala SD Al-Quds Samarinda, sebagai penerjemah, Shuhaib (28) banyak bercerita. Bahwa dia datang dengan teman-teman dari Damai Aqsha Foundation. Hobinya masak dan berkeliling Kota Tepian dengan motor.
“Soal memasak, saya bawa bumbu-bumbu dari Palestina,” kata Shuhaib dalam bahasa Arab yang diterjemahkan Ahsanur.
Shuhaib suka memasak maqluba, yaitu masakan khas Palestina yang berbahan dasar nasi dengan campuran aneka rempah, daging, dan beras dan dimasak bersama. Penyajiannya dengan membalik panci langsung di atas piring saji.
“Jadi, para pejuang Palestina ada yang masak maqluba di pintu-pintu Masjidilaksa, untuk menunjukkan kami tetap berjuang,” imbuhnya.
Rencananya, Shuhaib di Samarinda selama tiga bulan. Namun bisa lebih lama menyesuaikan kebutuhan dakwah. Meski niat awalnya meninggalkan Palestina, Shuhaib ingin melanjutkan pendidikannya di Malaysia. Namun, beberapa waktu menjelajahi Indonesia, dia merasa Indonesia lebih nyaman untuknya. Bisa jadi rencananya berubah.
Sebelum mendarat di Samarinda, Shuhaib sudah berkeliling Sumatra dan Jawa untuk berdakwah. Di Samarinda pun, dia sudah berkeliling ke berbagai pesantren.
Diakuinya, meninggalkan Gaza, Palestina, adalah buah dari konflik di sana. Perang membuat hidup rakyat sengsara. Menurut dia, dunia mesti tahu penderitaan rakyat Palestina. Maka, dia memiliki misi dakwah.
Bukan urusan materi untuk sumbangan rakyat Palestina, namun untuk mengedukasi bahwa masyarakat Palestina memang benar-benar sengsara karena perang. Pengorbanannya agar bisa keluar pun cukup berat. Sebab, dia harus meninggalkan istri yang tengah hamil dan putri kecilnya. Namun, kini istri dan anaknya sudah menyusul.
Di negeri asalnya, Shuhaib adalah khatib dan imam masjid yang berada di bawah naungan Kementerian Agama di Palestina. Agak berbeda dengan Indonesia, di Palestina, khatib dan imam harus melewati seleksi dan dinaungi pula oleh pemerintah layaknya aparatur sipil negara (ASN). Selain itu, Shuhaib pernah berdagang. Dia juga menekuni seni menulis indah. (*/dns/k8)