PROKAL.CO, SAMARINDA - PT Lanna Harita Indonesia (LHI) merupakan perusahaan PKP2B membantah salah satu dari 35 anak tewas di lubang tambang berada di lokasi wilayahnya.
Kepala Teknik Tambang (KTT) Sriyadi mengatakan anak yang meninggal dunia bukan dari lubang tambang batubara melainkan tampungan air masyarakat untuk pesantren.
"Tapi sayangnya itu dianggap tambang. Dari instansi terkait sudah, dari Kepolisian, Bapak dengar, sudah SP3. Dari Bapak Reskrim ya," ujar Sriyadi kepada wartawan usai pertemuan PT LHI dikunjungi penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kaltim, Jumat (9/8/2019).
Sriyadi menambahkan kedatangan KPK ke PT LHI untuk mengklarifikasi pembayaran kewajiban pajak dan adanya orang meninggal dunia di lubang tambang harus segera diklarifikasi.
Terpisah, penasehat KPK, M Tsani mengatakan KPK bersama Satuan Reserse Kriminal dari Polres Samarinda telah mengklarifikasi anak yang meninggal dunia di lokasi tambang PT LHI.
"Kita klarifikasi masalah anak yang meninggal. Beritanya di lokasi tambang, ternyata di rawa-rawa di luar lokasi tambang. (Ini) Penjelasan PT LHI. Kita bersama Kasat Reskrim (pertemuan dengan perusahaan)," ujar M Tsani.
"Laporannya ada. Sudah SP3 dan dinyatakan tidak terbukti di perusahaan. Kasusnya ya tidak diteruskan. Ini untuk klarifikasi ke teman-teman Komnas HAM, ooh ini ceritanya kayaknya tidak seperti ini," jelas M Tsani.
M Tsani menambahkan sebagai penasehat KPK ke PT LHI untuk chek balance apakah korban anak tewas di lubang tambang. Dan tak ingin mendapat informasi sepihak. "Kita mencari penyelesaian. Kita cari faktanya. Disini KPK coba mediasi," katanya.
Catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, korban meninggal dunia di wilayah PT LHI adalah almarhum M Yusuf Subhan pada 24 Agustus 2015 silam.
"Itu (lokasi korban anak tewas) lubang tambang dijadikan penampungan air. Di lokasi yang sama di ratakan terus dibangun pesantren. Nah lubang tambang itu tidak di tutup oleh perusahaan dengan alasan sebagai sumber air buat pesantren," ujar Dinamisator Pradarma Rupang. (mym)