Jika bisnis perhotelan Samarinda penuh dengan optimisme, hal berbeda dirasakan Balikpapan. Minimnya daya tarik pariwisata dan hanya mengandalkan kegiatan MICE, membuat “kue” yang sedikit diperebutkan banyak hotel.
BALIKPAPAN—Keberadaan Bandara APT Pranoto telah menaikkan okupansi perhotelan di Samarinda. Rute disediakan bandara ini membuat urusan bisnis di Kota Tepian bisa terhubung langsung oleh kota bisnis lainnya, seperti Surabaya ataupun Banjarmasin. Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Samarinda memperkirakan rata-rata keterisian hotel di Samarinda mencapai 80 persen hingga akhir tahun.
Sayangnya, pemicu kenaikan okupansi perhotelan tidak dimiliki di Balikpapan. Dengan
menjamurnya hotel di Kota Minyak, membuat pangsa pasar sektor ini banyak diperebutkan. Hanya hotel di lokasi yang strategis atau di kawasan perkotaan yang relatif aman.
Ketua PHRI Balikpapan Sahmal Ruhip mengatakan, kontribusi tamu dengan tujuan pariwisata di Balikpapan tidak lebih dari dua digit presentasenya. Mayoritas tamu urusan bisnis. Sementara itu, kondisi ekonomi belum sepenuhnya membaik. Meskipun tumbuh tapi kepercayaan masyarakat belum pulih.
“Pemerintah Kota Balikpapan dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur harus serius menggeliatkan sektor pariwisata jika ingin memiliki sumber pendapatan asli daerah (PAD) lain. Bukan hanya sekali, sudah sering kami utarakan. Sekarang ini “kue” yang diperebutkan sedikit malah pembaginya yang banyak,” terangnya.
Menurut Sahmal, selama ini Pemerintah Kota Balikpapan belum banyak menunjukkan rencana kerja atau rancangan pembangunan pariwisata di Kota Minyak.
“Pariwisata seperti apa yang mau ditampilkan di Balikpapan? Membangun infrastruktur untuk pariwisata juga tak semudah yang dipikirkan. Apa pariwisata yang bisa dijual di Balikpapan,” kata Sahmal.
Turunnya okupansi ini juga menjadi keprihatinan PHRI secara nasional akibat tingginya biaya tiket pesawat. Permasalahan tersebut sempat dibahas dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV awal tahun ini. Sahmal juga menyebut, terusnya bermunculan hotel baru membuat okupansi terpecah. Sekarang ini, hanya hotel dengan lokasi strategis okupansinya biasa penuh. Apalagi untuk bintang 3-5.
“Contohnya hotel di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, dekat dengan Bandara, okupansinya rata-rata di atas 70 persen. Yang lainnya, ya 50 persen sudah bersyukur,” tuturnya.
Ia mengaku, banyak hotel saat ini beroperasi yang penting bisa hidup dan menutupi biaya operasional per bulan. Kalau pun ada yang saat ini tutup seperti Hakaya bukan karena turunnya okupansi. Melainkan menunggu masuknya operator baru.
“Pada intinya kue yang sedikit pembaginya banyak. Dan pemerintah belum bisa memaksimalkan sektor pariwisata,” beber Sahmal.
Sahmal juga menilai ada faktor beralihnya penumpang menuju Kaltim yang biasanya melalui Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan kini beralih ke Samarinda, melalui Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto.