Destry Damayanti resmi menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) periode 2019-2024 pada Rabu (7/8). Destry dilantik oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali untuk menggantikan Mirza Adityaswara yang telah memasuki masa pensiun.
“Saya bersumpah bahwa saya akan melaksakan tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab. Saya akan setia terhadap negara, konstitusi, dan haluan negara,” tegas Destry yang dilantik di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, kemarin.
ebelum pelantikan, Destry telah melalui rangkaian panjang untuk menduduki orang nomor dua di Bank Indonesia tersebut. Dia telah melalui tahapan fit and proper tes (uji kepatutan dan kelayakan) hingga akhirnya terpilih secara aklamasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Informasi saja, Destry merupakan sosok yang tak asing di dunia ekonomi moneter. Kemampuan dan sosoknya yang senior di dunia ekonomi membawanya sebagai anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 24 September 2015 lalu.
Namanya pertama kali dikenal di masyarakat setelah menjabat sebagai senior economic adviser Duta Besar Inggris untuk Indonesia pada 2000-2003. Destry juga pernah menjadi peneliti dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 2005-2006.
Tak lama menjadi dosen, karier Destry semakin melejit saat menjadi Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas pada 2005-2011. Berkat kinerjanya, ia pun langsung menjadi Kepala Ekonom Bank Mandiri pada 2011-2015.
Setelah itu, Destry pun menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Ekonomi Kementerian BUMN sebelum akhirnya bergabung menjadi Komisioner LPS. Selain di kancah perekonomian, nama Destry pernah menjadi sorotan setelah menjadi Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK. Dia ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menguji kompetensi dan menyeleksi para calon pimpinan KPK pada periode tersebut.
Saat menjalankan fit and proper test, Destry menyatakan ada lima strategi yang akan dijalankan selama lima tahun ke depan. Strategi pertama adalah mengoptimalkan bauran kebijakan yang bersifat akomodatif.
Bauran kebijakan moneter makroprudensial dan kebijakan lainnya dibutuhkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sedangkan pada saat yang sama juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan dan menyesuaikan terhadap dinamika siklus bisnis dan keuangan.
Misalnya dalam situasi mencegah tekanan inflasi yang tinggi atau merespons kenaikan suku bunga global. Destry berkomitmen akan meningkatkan suku bunga domestik atau BI 7 Day Rate Repo. Namun kebijakan tersebut bersamaan dengan penjagaan stabilisasi likuidtas pada sektor perbankan. “Untuk mendorong perbankan tetap menjalankan fungsi intermediasinya,” kata Destry.
Strategi kedua adalah pendalaman sektor keuangan. Destry menjelaskan, pendalaman sektor keuangan menjadi sangat penting bukan hanya untuk mendorong stabilitas ekonomi, namun juga untuk mendukung pembiayaan pembangunan ekonomi.
Menurut dia, terbatasnya sumber dana pemerintah dan domestik menyebabkan penggunaan sumber dana dari sektor swasta dan luar negeri sangat menjadi penting. Sementara faktanya, kata Destry, sektor keuangan masih relatif dangkal bila dibandingkan peer group. Hal ini juga menyebabkan tingginya volatilitas sektor keuangan Indonesia.
“Sebagai gambaran di periode akhir 2018 rasio kredit terhadap PDB Indonesia hanya mencapai 37% sementara di Thailand dan Malaysia 80 persen dan 100 peren,” kata dia.
Sedangkan rasio pasar modal dalam segi kapitalisasi pasar saham terhadap PDB di Indonesia sebesar 46 persen. Angka tersebut jauh tertinggal dari Thailand yang mencapai 96 persen dan Malaysia 110 persen.
Atas dasar itu, diperlukan strategi melalui ekosistem keuangan yakni penyedia dana dari segi damand, pengguna dana dari sisi supply, lembaga intermedia sebagai penunjang, asuransi, sekuritas, pengayaan instrumen keuangan, pengayaan infrastruktur dan pendukung lembaga rating.