BOSF Terancam Tambang, Pemerintah Mesti Turun Tangan

- Rabu, 7 Agustus 2019 | 11:41 WIB

SAMARINDA-Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) di Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar) yang dikepung tambang batu bara jadi preseden buruk. Pemerintah dinilai tak mampu menjauhkan kawasan konservasi orangutan itu dari segala ancaman. Termasuk rusaknya hutan dari aktivitas ilegal tersebut.

Aldrianto Priadjat, juru bicara BOSF Samboja Lestari itu menyebut, tambang batu bara di sekitar BOSF memang tidak berdampak langsung bagi orangutan. “Tidak langsungnya itu seperti debu. Kalau mereka (orangutan) di bawah kendali kami. Jadi tidak terlalu terasa,” ungkapnya.

Namun rusaknya hutan, yang menjadi habitat orangutan sesungguhnya akan berakibat fatal pada perkembangan saat rehabilitasi. “Harapannya tentu tak ada aktivitas (pertambangan) di sana. Beberapa stakeholder sudah sempat kami koordinasikan,” ujarnya.

Kondisi BOSF jelas benar-benar terancam. Pemerintah diminta turun tangan untuk menyelesaikan sengkarut masalah pertambangan di lahan Tahura Bukit Soeharto. Tepatnya di daerah Margomulyo, Kecamatan Samboja. Jika tak segera ditindak, kemungkinan terburuk adalah kerugian negara akibat pengerukan batu bara di kawasan hutan konservasi.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Wahyu Widhi Heranata menyebut, pihaknya tak pernah menutupi permasalahan tambang di kawasan Margomulyo maupun Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Samboja. “Jangan main-main di tahura. Laporkan,” jelasnya. Pria penyuka olahraga sepeda itu menilai, kepolisian lebih memiliki wewenang untuk melakukan penindakan terhadap pertambangan ilegal.

Sebagai informasi, ada beberapa perusahaan yang beraktivitas tak jauh dari lahan milik negara itu. Bahkan, penelusuran media ini, ada stockpile untuk menaruh sementara batu bara hasil galian sebelum dibawa ke ponton.

Mantan kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim itu menyebut, di daerah konservasi, pemerintah tak pernah menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP). “Kalau memang ada temuan, lebih baik ditindak,” tegasnya.

Adapun, Kepala UPTD Tahura Bukit Soeharto Rusmadi mengakui kawasan tahura kerap ditambang. Pelakunya dia sebut oknum. “Saya enggak tahu siapa yang kerja (menambang). Tapi kalau kami mau masuk, alat-alat itu lenyap,” ungkapnya. “Tahura itu sudah rusak sejak lama,” sambungnya saat diwawancarai.

Pria yang akrab dengan media itu tak segan mengajak wartawan dalam patroli. “Biar masyarakat itu tahu. Niat saya mau memperbaiki yang rusak,” ujarnya. Kejahatan lingkungan yang sudah terjadi cukup lama, disebutnya bukan tidak ditindak. “Pelan-pelan kami membenahi,” ucapnya dengan nada pelan.

Sudah beberapa kali pula UPTD Tahura melakukan penindakan khusus. Secara tegas dia menyebut, apapun bentuk tambang di area tahura, itu tidak benar. Menjadi catatan, yakni perihal luasan Tahura Bukit Soeharto.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri LHK Nomor 270 Tahun 1991, luas tahura sekitar 61.850 hektare. Pada 2009, diperluas menjadi 67.766 hektare sesuai SK Nomor 577. Nah, pada 2017, SK Nomor 1231, mengecil menjadi 64.814,98 hektare luasnya.

“Jadi kalau tambang yang beroperasi punya izin, dilihat dulu. Kalau di atas 2009 sudah tentu ilegal,” tegasnya. Bahkan, pihaknya kerap memasang pelang pemberitahuan agar tidak dilakukan aktivitas pertambangan. Faktanya, lanjut Rusmadi, tanda itu bak hilang ditelan bumi.

Jika ada temuan alat berat yang digunakan untuk mengeruk batu bara, tidak boleh disita, lantaran masuk daerah konservasi. Satu-satunya jalan dihancurkan. Minimnya personel dikeluhkan Rusmadi. Hingga kini, pegawai UPTD Tahura sekitar 30 orang. Menurut dia, untuk mengawasi hutan seluas puluhan ribu hektare perlu 200–300 pegawai. 

Diwartakan sebelumnya, bukan hanya Tahura Bukit Soeharto saja yang terancam. Kini, tempat konservasi orangutan, BOSF ikut terdampak penambangan batu bara. Pemerintah perlu segera turun tangan.

BOSF tentu menyayangkan dengan aktivitas pertambangan yang begitu menggila. Apalagi dugaan lokasi penambangan di sekitar BOSF terdapat sejumlah titik. Dari pantauan koran ini tiga hari lalu, setidaknya ada empat titik penambangan batu bara dekat konservasi orangutan itu. (*/dra/rom)

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X