BUKAN tanpa alasan sebagian besar kondisi air yang mengalir ke warga berwarna kecokelatan atau keruh. Humas PDAM Tirta Kencana M Lukman menjelaskan, fenomena melanda Sungai Mahakam yang merupakan sumber utama PDAM. Kondisi air bangai.
Hal itu terjadi lantaran berubahnya temperatur air secara drastis karena dari suhu udara yang panasnya cukup lama. Berlanjut ke hujan dengan intensitas waktu cukup panjang. “Kedalaman air meningkat membuat tumbuh-tumbuhan rendah tenggelam dan mati selanjutnya terjadi pembusukan. Inilah yang mengubah kondisi air, menjadi bau dan kecokelatan. Sudah tiga pekan, tapi itu wajar,” jelasnya, Selasa (6/8).
Dia menjelaskan, proses pengolahan air di PDAM Tirta Kencana Samarinda dalam kondisi normal. Air dari Sungai Mahakam disedot melalui intake dan dimasukkan ke kolam penampungan. Di kolam itu, dilakukan proses pengendapan lumpur kotoran sampai zat kimia dengan sejumlah obat. Sedikit lebih jernih, permukaan diberi filter dan masuk ke bak reservoir, selanjutnya didistribusikan ke warga. “Tapi harus uji kelayakan dulu, di laboratorium mini PDAM,” jelasnya.
Proses penjernihan dari air bangai, memang membutuhkan waktu. Lantaran air harus benar-benar jernih dan layak. “Jadi agak lama juga sampai ke warga,” ungkapnya.
“Kaporit untuk air bangai itu dua kali lipat. Bahkan, kami tambah kaolin. Itu pun berpengaruh warna yang kurang jernih,” sambungnya.
Sementara itu, Direktur Utama PDAM Tirta Kencana Nor Wahid Hasyim menegaskan, kondisi air bangai pasti membuat kualitas air menurun, ketika kecepatan distribusi tidak dikurangi. Biasanya tingkat kekeruhan air atau nephelometric turbidity unit (NTU) Sungai Mahakam berkisar 110-150 NTU.
Wahid, begitu dia disapa, menuturkan, air bangai justru cenderung memiliki NTU yang lebih rendah, namun warnanya relatif tinggi. Jadi, pengolahan harus ekstra agar sterilisasi air bisa maksimal. Nah, proses ini, yang memakan waktu yang lebih lama. Opsinya, PDAM memastikan zat-zat organik dan sebagainya dipastikan bersih dan layak konsumsi. Melalui penambahan bahan kimia aditif seperti kaolin, kaporit, dan polymer elektrolit. “Mengendapkan semua itu juga perlu waktu lama. Yang biasa sekitar 30 menit. Air bangai bisa sampai 45 menit,” tuturnya.
Karena itu, PDAM mengaku dilema untuk masalah ini. Apalagi di kawasan kota cenderung meminta kualitas air bersih. Sementara di kawasan pinggiran kota justru meminta yang penting teraliri air. Keluhan lain semisal air tidak mengalir 24 jam pun masih banyak terjadi. Di antaranya, kawasan Jalan M Yamin dan Jalan Wahid Hasyim.
Menurut dia, masalah tidak teraliri 24 jam air tersebut ada dua masalah. Kapasitas produksi yang kurang dan area tinggi yang membuat air perlu dipompa. Di dua kawasan itu misalnya, PDAM memanfaatkan dua pompa untuk mendorong air menuju kawasan tersebut. Yakni, Booster Air Pembangunan dan Booster Air AWS.
“Tapi, di tengah jalan pasti ada yang membuka kan. Jadi debit air yang disalurkan pasti kurang dan enggak sampai di kawasan yang lebih tinggi. Makanya sering malam baru bisa jalan. Karena yang di daerah lebih rendah sedang tak menggunakan,” tutupnya.
Diperkirakan fenomena air bangai tidak lama lagi berakhir. Besar harapan adalah hujan. (*/dra/*/ryu/dns/k8)