Ekspor Kaltim Turun 4,16 Persen

- Rabu, 7 Agustus 2019 | 11:26 WIB

SAMARINDA–Ekspor Kaltim pada Juni sebesar USD 1,41 miliar. Jumlah itu menurun 4,16 persen dibandingkan Mei 2019 senilai USD 1,35  miliar. Penurunan ekspor tentunya tidak lepas dari penurunan harga komoditas utama ekspor Kaltim.

Apalagi, struktur ekonomi Kaltim 46 persennya masih bergantung pada bisnis ekstraksi berbasis ekspor yaitu pertambangan batu bara. Jadi, dibutuhkan pengganti sektor ini, seperti ekspor buah atau industri hilirisasi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Atqo Mardiyanto mengatakan, penurunan ekspor Juni 2019 didorong oleh turunnya ekspor barang migas dan barang nonmigas. Ekspor barang migas Juni 2019 mencapai USD 0,15 miliar, turun 3,66 persen dibanding Mei 2019. Sementara itu, ekspor barang nonmigas Juni 2019 mencapai USD 1,20 miliar, turun 4,23 persen dibanding Mei 2019.

“Secara kumulatif nilai ekspor Kaltim periode Januari–Juni 2019 mencapai USD 8,23 miliar, atau turun 8,82 persen dibanding periode yang sama pada 2018,” katanya, Selasa (6/8).

Dia menjelaskan, dari seluruh ekspor periode Januari–Juni 2019, ekspor barang migas mencapai USD 1,03 miliar atau turun 37,81 persen. Sedangkan barang nonmigas mencapai USD 7,20 miliar atau turun sebesar 2,29 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

“Secara menyeluruh, penurunan nilai ekspor masih disebabkan penurunan harga komoditas utama Kaltim,” pungkasnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim Muhammad Hamzah mengatakan, komoditas mentah hasil dari pertambangan memang masih mendominasi nilai ekspor Kaltim. Sedangkan sektor ini lima tahun ke depan akan terjadi penurunan drastis.

Saat ini saja, harga batu bara mencapai USD 81,48 per metrik ton. Jika dilihat trennya sejak 2011, harga batu bara tertinggi pada Februari yang mencapai USD 127 per metrik ton, sedangkan terendah mencapai USD 50,92 per metrik ton.

“Harganya fluktuatif dan cenderung menurun. Dibutuhkan penyiapan infrastruktur hilirisasi industri, hingga mengangkat kualitas serta kuantitas produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),” ujarnya kemarin (6/8).

Dia menjelaskan, UMKM harus disiapkan dari sekarang. Sebab, produksi batu bara yang terus menurun tentunya akan membuat nilai ekspor Kaltim juga menurun. Apalagi kontribusi batu bara sangat besar terhadap struktur ekspor Bumi Etam mencapai 92,10 persen. Sedangkan ekspor crude palm oil (CPO) hanya berkontribusi 3,49 persen dan kayu hanya 0,67 persen.

“Penurunan ekspor saat ini masih wajar. Sebab, Kaltim sudah pernah melewati penurunan tajam pada beberapa tahun lalu,” katanya.

Penurunan fluktuatif tersebut memang tidak langsung memberikan dampak negatif yang besar. Sebab, ada bulan-bulan tertentu yang mengalami peningkatan ekspor. Meski demikian, sektor lain tetap harus dipersiapkan sebagai pengganti. Agar dalam jangka panjang penurunan ekspor batu bara tak begitu membuat kinerja ekspor Kaltim menurun, sebab sektor lain masih bisa menopang.

“Di Kaltim selain ekspor batu bara dan migas, buah bisa menjadi pilihan. Buah yang sudah sangat bagus produksinya itu, nanas, buah naga, dan pisang,” tuturnya.

Produksi yang banyak berpotensi untuk ekspor, karena sudah banyak permintaan terutama dari Timur Tengah, Malaysia, negara-negara di Eropa dan lainnya. Langkah saat ini, bagaimana produk yang sudah ada ini tingkatkan. Hamzah menjelaskan, GPEI sudah memiliki produk agar buah di Kaltim bisa tahan saat diekspor. Tidak mengubah rasa, aroma, dan warna dari buah itu.

“Untuk ekspor dibutuhkan komoditas jangka panjang, buyer dari luar negeri minimal satu kontainer untuk sekali pengiriman. Sehingga dibutuhkan produksi yang lebih banyak,” pungkasnya. (ctr/tom/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X