JAKARTA – Koalisi masyarakat sipil akan mengirimkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas sikap panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid V. Sikap itu terkait dengan keengganan pansel menjadikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sebagai syarat administratif dan ujian integritas capim.
Anggota koalisi masyarakat sipil Feri Amsari mengatakan keenganan pansel itu adalah bentuk sikap melanggar hukum dan menentang marwah pemberantasan korupsi. Juga mengangkangi mandat KPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menerima dan melaporkan kekayaan publik penyelenggara atau calon penyelenggara negara kepada masyarakat.
”Orang yang diseleksi oleh pansel ini kan adalah mereka yang akan menduduki jabatan tertinggi di lembaga tersebut (KPK, Red),” kata Feri, kemarin (6/8). Dia pun menyebut sikap pansel yang abai terhadap LHKPN berpotensi menjadi beban masa depan KPK yang sewaktu-waktu dapat dipermasalahkan oleh pelaku korupsi.
Feri menjelaskan, LHKPN merupakan kewajiban hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara. Setidaknya ada 8 aturan yang menyebutkan secara detail tentang kewajiban pelaporan LHKPN bagi penyelenggara negara itu. Diantaranya peraturan di KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung dan beberapa kementerian.
LHKPN itu, kata Feri, digunakan untuk mengukur integritas pejabat negara dan membuka ruang partisipasi publik dalam melakukan monitoring terhadap kekayaan pejabat negara. ”Kalau kekayaan pejabat negara diumumkan, masyarakat dapat melakukan pemantauan yang bertujuan untuk mengurangi potensi perilaku koruptif,” imbuh dia.
Atas dasar itu, koalisi masyarakat sipil melalui surat tertulis akan meminta Presiden mengevaluasi proses seleksi tidak taat hukum yang dipertontonkan pansel. Setidaknya, upaya itu dapat menghentikan sementara laju para capim yang tidak atau belum melaporkan LHKPN kepada KPK. ”Atau setidaknya (pansel) menyatakan (capim yang tidak patuh LHKPN) tidak memenuhi syarat,” ujarnya. (tyo)