Harga Batu Bara Turun, Untung Tipis

- Selasa, 6 Agustus 2019 | 10:14 WIB

Pengusaha batu bara di Kaltim belum dapat tidur nyenyak lantaran tren harga yang tengah melandai. Keadaan semakin dilematis seiring menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

 

SAMARINDA-Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) mencatat pada 2018 nilai tukar rupiah terhadap mata uang Amerika Serikat sempat menyentuh Rp 15.246.

Tingginya nilai tukar tentunya membuat para pebisnis ekspor mendapat untung yang lebih baik. Sebab, biaya produksi dibayar rupiah dan keuntungan dibayarkan dolar.

Namun sejak akhir 2018 rupiah justru menguat. Pada Juli 2019 nilai tukar USD terhadap rupiah menjadi Rp 13.913.  Seiring kuatnya rupiah, harga batu bara cenderung menurun.  Saat ini harga batu bara mencapai USD 81,48 per metrik ton.

Jika dilihat trennya sejak 2011, harga batu bara tertinggi masih berada pada Februari 2018 yang mencapai USD 127 per metrik ton, sedangkan terendah mencapai USD 50,92 per metrik ton.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS) Umar Vatarusi mengatakan, harga tersebut juga untuk batu bara yang premium dengan gross air received (GAR) 6.000. Sedangkan untuk GAR rendah seperti 3.400 malah harganya hanya USD 21 per metrik ton.

“Jadi sekarang harga batu bara memang sedang rendah, terutama untuk batu bara low range. Masih sangat sulit dan keuntungannya tipis,” ujarnya kepada Kaltim Post, Senin (5/8).

Dia menjelaskan, dilema harga yang dialami batu bara GAR rendah memang membuat pengusaha kesulitan. Apalagi batu bara dengan GAR rendah tidak bisa dipakai untuk menyuplai kebutuhan lokal. Sebab, kebutuhan lokal menggunakan GAR medium yaitu 4.200- 5.000.

“Saat ini para pengusaha harus memutar otak agar mendapat keuntungan, yang terpenting karyawan bisa gajian,” ungkapnya.

Menurut Umar, bahkan beberapa regulasi masih membuat para pengusaha batu bara kesulitan. Seperti pembatasan domestic market obligation (DMO) tersebut. Seharusnya ada kebijakan untuk batu bara kualitas rendah yang tidak bisa dikonsumsi dalam negeri, agar diberikan kebebasan ekspor.

“Agar kita juga bisa bersaing, meskipun dengan batu bara GAR rendah tersebut,” tuturnya.

Dia menjelaskan, sebenarnya secara umum harga USD 50 per metrik ton saja sudah bisa untuk memenuhi biaya produksi. Tapi soal harga memang masih variatif, karena ada perhitungan stripping rasio dengan masing-masing kualitas batu bara punya perhitungan sendiri.

“Belum lagi sulitnya ekspansi pasar untuk ekspor batu bara Kaltim,” katanya.

Dia mengatakan, sudah ada beberapa negara saingan Indonesia yang saat ini menjadi produsen dan eksportir batu bara. Sedangkan pasar ekspor batu bara Kaltim seperti India hampir tidak mengimpor batu bara lagi dari Indonesia. Market ekspor terbesar Bumi Etam saat ini hanya Tiongkok.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X