Mengambil Hikmah dari Peristiwa Ikan Asin dan Garuda

- Selasa, 6 Agustus 2019 | 10:03 WIB

Oleh: Danang Agung

Wakil Ketua KAHMI Balikpapan

 

Ada yang sama dan berbeda dari peristiwa ikan asin dan Garuda atau perusahaan penerbangan pelat merah. Mengenai kasus ikan asin akhirnya Galih Ginanjar, Rey Utami dan suaminya, Pablo Benua, ditetapkan tersangka dugaan pelanggaran UU ITE atas kasus ikan asin. Galih dinilai menghina Fairuz, mantan istrinya dalam video yang diunggah di akun YouTube Rey dan Pablo. Ketiganya akhirnya mendekam di penjara.

Hinaan "ikan asin" perumpamaan yang dilontarkan Galih membawa ketiga orang tersebut dijerat dengan Pasal 27 Ayat 1, Ayat 3 jo Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 310, Pasal 311 KUHP. Walau Galih mengakui kesalahan dan meminta maaf, perempuan yang sudah kadung terhina, tersakiti dan dirugikan nama baiknya seolah menutup pintu damai bagi sang pelaku.

Apa yang dilakukan Fairuz untuk membawa kasus ini ke ranah hukum bukan hanya didasarkan emosional. Dia cukup rasional bahwa tindakan hinaan “ikan asin” layak untuk membuat pelaku sadar bahwa tidak cukup dengan kata maaf ujaran tersebut diselesaikan. Mungkin hukum bisa menyadarkan, candaan yang membuat luka bagi pihak yang tidak terima, pantas tetap didukung untuk dituntaskan melalui jalur hukum bukan perdamaian.

Cerita lain yakni PT Garuda Indonesia yang melaporkan dugaan pencemaran nama baik oleh YouTuber Rius Vernandes dan rekannya Elwiyana Monica setelah pihak Garuda melapor secara resmi, Sabtu 13 Juli 2019. Kasus ini berawal ketika Rius dan Elwiyana terbang menggunakan Garuda Indonesia dalam perjalanan Sydney–Denpasar–Jakarta beberapa waktu lalu. Pada 13 Juli 2019, Rius mengunggah foto selembar kertas dengan tulisan tangan berisi daftar menu makanan bagi penumpang kelas bisnis. Dalam unggahan berbeda, Rius merekam salah satu awak kabin yang menjelaskan bahwa kertas menu resmi belum dicetak.

Setelah kejadian ini, Garuda juga membuat surat edaran yang melarang penumpang mengambil foto atau video selama penerbangan. Belakangan, Garuda mengubah larangan itu menjadi imbauan. Garuda berdalih surat larangan itu sebenarnya belum final dan masih bersifat internal namun kadung bocor ke publik.

Bukan hanya itu, Serikat Pekerja Garuda melaporkan Rius, dengan dugaan pencemaran nama baik dan merugikan pihak Garuda sehingga perlu dibawa ke ranah hukum untuk menjerat sang pelaku. Sayangnya, langkah Garuda membawa kasus ini ke ranah hukum, hanya didasarkan rasa emosional. Banyak pihak menyayangkan jalur hukum yang ditempuh garuda dalam peristiwa menu tulis tangan ini.

Namun, menurut penulis, kedua peristiwa ini sama-sama ada peran pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Pada peristiwa ikan asin, pengacara nyentrik ini membela habis-habisan Fairuz untuk menempuh jalur hukum untuk memberi pelajaran bagi sang pelaku yang nyata secara hukum perlu diteruskan. Sementara untuk Garuda , mungkin arahan Bang Hotman, jalan perdamaian lebih elok ditempuh.

Perseteruan antara Serikat Karyawan Garuda Indonesia atau Sekarga dengan YouTuber Rius Vernandes berakhir damai. Perdamaian Garuda Vs YouTuber disaksikan pengacara Hotman Paris Hutapea itu ditandai dengan pencabut laporan sekarang terhadap Rius yang memuat buku menu Garuda yang ditulis tangan pada 19 Juli 2019.

Jadi penulis ingin menyampaikan kepada kita semua. Dalam kasus ikan asin dan Garuda sama-sama ada langkah hukum bagi pihak yang merasa dirugikan atas tindakan pelanggaran UU ITE terkait dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Namun ending kedua peristiwa ini jauh berbeda.

Pada kasus ikan asin, pelapor yang merasa dirugikan nama baiknya yakni Fairuz, keukeh meneruskan masalah ini hingga putusan hukum menjawabnya. Pelaku harus mendapat ganjaran setimpal atas perbuatan isengnya. Namun, pada kasus Garuda, pihak pelapor akhirnya membuka pintu perdamaian dan diterima secara bijak oleh sang terlapor.

Penulis ingin mengajak pembaca untuk bijak menilai kedua kasus tersebut. Sehingga kita harus pandai-pandai melihat peristiwa hukum yang akan ditempuh jika kita merasa dicemarkan nama baiknya oleh ulah seseorang. Apakah itu benar-benar hinaan yang mencederai martabat kita sebagai manusia atau sekadar kritik perbaikan agar kita atau institusi bisa berbenah diri.

Mari kita mengambil hikmah pelajaran berharga dari peristiwa ini. Jika dengan jalan perdamaian membawa Garuda tetap elegan terbang menembus udara. Mungkin ketegasan Fairuz pada tiga pelaku yang telah mencederai nama baiknya, tetap ingin membiarkan ikan asin berada dalam penjara. Ah, biarkan proses hukum yang berbicara. (ypl/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X