Genjot Investasi di Luar Jawa

- Kamis, 1 Agustus 2019 | 11:41 WIB

PEMERINTAH dinilai tidak konsisten antara apa yang dicita-citakan dengan apa yang dirancang terkait ibu kota baru. Peneliti dari The SMERU Research Institute Rendy A Diningrat menyebut, pemerintah memiliki argumen pemindahan Jakarta adalah bentuk upaya dari pemerataan pembangunan dan ekonomi di luar Jawa.

Meski begitu, Bappenas masih memberi gambaran bahwa yang berpindah hanya pusat pemerintahan. “Dalam konsep-konsep urban planning, pemerataan pembangunan itu bisa dicapai ketika sebuah kota mampu menjadi pusat pertumbuhan baru,” ujar Rendy, saat dihubungi Jawa Pos, kemarin (31/7).

Menurut Rendy, ibu kota baru harus memiliki basis ekonomi yang besar. Kota yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan bisnis, tak hanya cukup menjadi pusat pemerintahan. “Maka jika tujuannya ingin pemerataan pembangunan, ibu kota baru harus didorong menjadi pusat bisnis,” tambahnya.

Rendy menyebut, Bappenas pernah menyatakan Jakarta tengah menanggung beban berat terkait urbanisasi. Jakarta juga dinilai punya risiko atas gempa bumi dan banjir. Selain itu kemacetan Jakarta disebut membuat kerugian ekonomi sebesar Rp 56 miliar per tahun. “Memindah pusat pemerintahan tak akan mengurangi beban Jakarta. Aktivitas pemerintahan hanya berkontribusi 10 persen pada beban ibu kota,” urai Rendy. 

Rendy berpendapat pemerintah memiliki keinginan untuk menumbuhkan pembangunan dan ekonomi di luar Jawa, maka fokus yang bisa dilakukan adalah menggenjot ekspansi dan investasi di luar Jawa. “Dalam RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) itu rancangan pembangunan di luar Jawa itu sebenarnya banyak,” sebutnya.

Misalnya, lanjut dia, kawasan ekonomi khusus di luar Jawa, rencana pembangunan destinasi-destinasi wisata baru, dan lain sebagainya. Apakah pemerintah sudah pada kesimpulan bahwa project-project itu gagal sampai harus punya pemikiran untuk memindahkan ibu kota.

Selain itu, dibanding harus memindah ibu kota, menurut Rendy, pemerintah juga perlu lebih dulu memastikan otonomi daerah sudah berfungsi dengan optimal sebagai instrumen pemerataan pembangunan.

“Sekarang kita lihat Bantaeng dan Banyuwangi. Mereka bisa menjadi daerah yang berkembang tanpa harus ibu kota provinsi pindah. Sebab kuncinya memang ada di kemampuan daerah untuk mengidentifikasi masalah. Dengan begitu kebijakannya akan tepat sasaran,” tegas Rendy. 

Pada intinya, Rendy mengaku tetap mendukung jika keputusan pemerintah sudah bulat untuk memindah ibu kota. Namun, rencana tersebut harus disertai dengan kajian komprehensif dan rancangan yang tepat sasaran untuk menjawab permasalahan.

“Catatannya adalah ibu kota baru harus dirancang juga sebagai pusat ekonomi dan bisnis. Selanjutnya perlu diketahui bahwa jika tujuannya pemerataan ekonomi, asal pemerintah afirmatif dengan akselerasi pembangunan di luar Jawa, pemerataan pembangunan akan terjadi kok,” pungkasnya. (agf/jpnn/rom/k16) 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X