Buka Peluang Revisi UU Pilkada

- Rabu, 31 Juli 2019 | 13:38 WIB

JAKARTA– Kasus bupati Kudus membuka fakta bahwa eks koruptor yang diberi kekuasaan berpotensi mengulangi perbuatannya. Pemerintah yang awalnya tidak berencana merevisi UU Pilkada pun mulai melunak dan membuka peluang revisi terbatas. Sebab, UU Pilkada yang berlaku saat ini memperbolehkan eks koruptor mencalonkan diri lagi sebagai kepala daerah.

’’Revisinya menunggu pelantikan anggota DPR yang baru,’’ terang Mendagri Tjahjo Kumolo usai rakor di gedung Ombudsman kemarin (30/7). Pada akhirnya, tutur Tjahjo, revisi UU Pilkada memang dimungkinkan setelah mencermati sejumlah hal. Pertama, perkembangan dinamika pileg dan pilpres di mana masa kampanye begitu panjang.

Juga soal perlu tidaknya pileg dan pilpres kembali diserentakkan karena ada kaitan dnegan rencana serentak bersama pilkada. Kemudian, jeda antara pilkada 2020 dengan pilkada berikutnya di 2024. Juga bila ada masukan dari berbagai pihak. ’’Semua bisa memberi masukan, kami akomodir dan akan kami bahas bersama,’’ lanjut Tjahjo saat disinggung kemungkinan diakomodirnya larangan mencalonkan diri bagi eks koruptor.

Saat ini, ada tiga UU Pilkada yang berlaku. Pertama adalah UU 1/2015. Sebagian pasal dalam UU tersebut kemudian direvisi dan dituangkan dalam UU 8/2015. Tidak lama kemudian, ada gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas UU Tersebut. Tepatnya di pasal 7g yang melarang eks terpidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun penjara ikut dalam pencalonan.

Hasilnya, MK mengabulkan permohonan uji materi itu meskipun ada dua hakim yang berpendapat berbeda. Putusan itu lalu diadopsi ke dalam UU 10/2016. Eks terpidana yang dimaksud pasal itu boleh menjadi calon kepala daerah asalkan mengumumkan statusnya kepada publik. Bahwa dia adalah eks terpidana. Artinya, sejak putusan MK tersebut, para eks koruptor boleh menjadi calon kepala daerah.

Sementara itu, Wapres Jusuf Kalla menyatakan pencalonan seseorang sebagai kepala daerah sangat tergantung pada aturan yang ada. Atau juga putusan pengadilan. ’’Ada vonis pengadilan yang mengatakan dia tidak boleh aktif di politik selama beberapa tahun,’’ terangnya di kantor wapres kemarin.

Bila ada putusan semacam itu dijatuhkkan kepada terdakwa kasus dugaan korupsi, maka dia akan kehilangan hak poltiknya untuk dipilih. Dia tidak akan bisa mencalonkan diri dalam jabatan politik. ’’Tapi selama dia tidak dilarang, ya dia bisa (mencalonkan diri),’’ lanjut JK, saat disinggung tentang perlunya melarang eks koruptor menjadi calon kepala daerah.

Terpisah, Komisioner KPU Hasyim Asy’ari mengapresiasi niat baik pemerintah yang membuka peluang revisi UU Pemilu. Malah, dia berharap perubahan bisa dilakukan lebih cepat. ’’Menurut saya, kalau untuk tujuan baik ngapain harus ditunda-tunda,’’ terangnya usai sidang lanjutan sengketa hasil pileg di MK kemarin.

Menurut dia, masih cukup waktu untuk mengubah regulasi di level UU agar pelaksanaan pilkada bsia lebih baik. ’’Mungkin ada masyarakat yang mengajukan pengujian Undang-Undang Pilkada terhadap Undang-Undang Dasar soal syarat calon, itu satu langkah yang bisa cepat juga,’’ lanjutnya. Jadi alternatifnya adalah pembuat UU merevisi regulasi atau ada masyarakat yang mengajukan uji materi.

Memang, apda 2015 MK pernah memutus perkara tersebut dan menghapus larangan mencalonkan diri. Namun, regulasi tetap memiliki peluang untuk berganti, apalagi ada perkembangan terbaru di tengah masyarakat. ’’Siapa tahu pertimbangannya berubah,’’ tambah mantan Komisioner KPU Jawa Tengah itu. (byu)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X