BALIKPAPAN—Banyaknya konten-konten YouTube tak sesuai usia anak membuat pemerintah menghapus dan memblokir beberapa akun ternama, termasuk Kimi Hime. Karena sengaja menampilkan lekuk tubuh yang terbuka. Gamers asal Jakarta tersebut kerap menggunakan tank top dan menonjolkan bagian dadanya. Hal ini membuat Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menghapus beberapa videonya yang terlalu seksi. Meski demikian channel akunnya masih dapat diakses.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Kesejahteraan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Hendra Jamal mengungkapkan, pemerintah tidak melarang siapa pun menjadi YouTuber. Namun takkala isi konten dengan sengaja ataupun tidak mengandung sensualitas yang bisa membahayakan anak-anak, orangtua wajib mendampingi bahkan membatasi anak menggunakan gadget.
“Sebaiknya anak tidak diberi gadget atau HP sejak dini hingga berusia 10 tahun. Ajak dan kenalkan mereka akan permainan tradisional di rumah agar tidak bergantung dengan gadget,” ungkapnya di sela-sela kegiatan Sosialisasi Konvensi Hak Anak (KHA) di Hotel Pacific.
Kini pun marak YouTuber mengunggah konten bernuansa prank. Hal itu dapat mengajarkan anak menjadi usil, yang belum tentu dapat diterima semua orang lain di sekitarnya. Cenderung membahayakan diri sendiri, bahkan berakibat fatal. “Saat ini pemerintah baru bisa memblokir akun-akun lokal. Meski sudah melakukan pembatasan terhadap channel-channel luar, tetapi anak dengan mudah bisa menontonnya dari YouTube,” ucapnya.
Meski bersifat hiburan, dirinya menuturkan, tontonan tersebut tidak membawa dampak positif. Malah berdampak krisis moral di kalangan anak-anak maupun remaja. Yang membuat anak kurang menghormati dan menghargai seseorang yang lebih tua. “Kegiatan suka mengerjai orang atau prank itu sebaiknya jangan dipublikasikan ke media sosial. Jangan hanya demi tuntutan netizen semua dilakukan. Sebagai YouTuber mestinya bisa memberikan tontonan yang mengedukasi,” ujar Hendra.
“Kami juga tengah menggodok peraturan larangan menggunakan gadget di lingkungan sekolah. Hal ini bertujuan agar anak bisa lebih fokus ketika belajar di sekolah, dan bisa beraktivitas, bukan asyik sendiri dengan hape,” tandasnya. (lil/ms/k15)