Capim KPK, Target 50 Calon ke Tahap Selanjutnya

- Senin, 29 Juli 2019 | 13:38 WIB

JAKARTA, – Seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk tahap uji psikologi, kemarin (28/7). Total 104 capim yang mengikuti tahapan tersebut di gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Hasilnya akan diumumkan 5 Agustus mendatang.

Pantauan Jawa Pos, tes yang dimulai pukul 08.00 itu berjalan lancar. Semua capim mengikuti tes psikologi sebagaimana biasa hingga pukul 16.00. Dari 8 jam waktu yang digunakan, pihak pansel hanya memberikan kesempatan untuk menjawab soal sebanyak 6 jam saja.

Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK Yenti Ginarsih mengatakan tes tersebut layaknya tes psikologi umumnya. Peserta diberikan beberapa pertanyaan oleh pansel. Mereka diminta untuk mengisi lembar-lembar pertanyaan tersebut sebisanya. Sebab, tidak semua pertanyaan bisa diisi oleh kandidat. ”Kecuali tes kepribadian, kalau itu semuanya harus diisi,” ujarnya.

Ada yang berbeda dari tes yang diadakan kali ini. Tidak ditemukan adanya, laptop di masing-masing meja para kandidat. Menurut Yenti, tes psikologi kemarin, tim pansel menggunakan vendor. Sehingga, semua peralatan teknis, disediakan oleh vendor. Tim pansel kemarin, menggunakan jasa dari Dinas Psikologi TNI AD (Dispesiad).

Yenti menjelaskan, tim pansel tidak memiliki target mengenai berapa jumlah kandidat yang akan lolos di tahap selanjutnya. Peserta yang menurut pansel tidak memenuhi syarat akan segera dieliminir. Sehingga, benar-benar mendapatkan kandidat yang cocok untuk memimpin KPK selanjutnya. ”Tapi setidaknya harus ada 50 kandidat yang terpilih, supaya ada tahap selanjutnya juga,” bebernya.

Setelah ini, para kandidat yang lolos akan masuk ke tahap profile assessment. Berikutnya, mereka baru akan mengalami tes wawancara, dan di paling akhir adalah tes kesehatan jasmani. Secara teknis, masih ada sekitar 5 tahap lagi yang harus dilalui oleh para kandidat. Untuk mendapatkan kandidat yang benar-benar bisa memimpin.

Tim pansel tidak akan ambil pusing kepada para kandidat yang tidak hadir dalam satu tes saja. Mereka akan langsung didiskualifikasi dari seleksi. ”Kalau terlambat 15 menit saja masih kami toleransi. Tapi kalau satu saja tahapan ada yang tidak hadir, maka akan langsung gugur, seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya,” tegas Yenti.

Di sisi lain, koalisi masyarakat sipil kembali memaparkan catatan terkait seleksi capim. Salah satunya berkaitan dengan capim-capim yang memiliki jejak rekam kurang baik, tapi tetap ‘dibiarkan’ mengikuti uji psikologi oleh pansel. Misal, tersandung dugaan pelanggaran etik dan diduga melakukan intimidasi pada pegawai KPK.

Nama yang paling disorot adalah Irjen Pol Firli Bahuri. Menurut koalisi masyarakat sipil, Firli diduga melakukan pelanggaran etik saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Yakni bertemu dengan kepala daerah yang sedang diperiksa oleh KPK. Pertemuan itu melanggar Peraturan KPK No 7/2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK.

Selain Firli, koalisi masyarakat sipil juga memberi catatan untuk Irjen Pol Antam Novambar. Wakil Kepala Bareskrim (Wakabareskrim) Polri itu disebut-sebut pernah melakukan intimidasi terhadap mantan Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa. Antam diduga meminta Endang untuk menjadi saksi meringankan dalam perkara dugaan korupsi rekening gendut pejabat Polri.

Satu lagi nama capim yang menjadi catatan. Yakni Irjen Pol Dharma Pongrekun. Perwira tinggi Polri itu diketahui sempat menandatangani surat pemanggilan untuk penyidik KPK Novel Baswedan terkait perkara sarang burung walet. Kasus itu diketahui sebagai salah satu indikasi kriminalisasi yang dilakukan Polri terhadap Novel beberapa tahun lalu.

”Tentu semua informasi itu harus dikonfirmasi ulang oleh pansel. Jika semua itu terbukti benar, maka seharusnya pansel tidak meloloskan figur-figur tersebut,” kata anggota koalisi masyarakat sipil Kurnia Ramadhana.

Selain menyoroti tiga capim itu, koalisi masyarakat sipil juga mencatat banyak capim berlatar belakang aparat penegak hukum yang tidak patuh LHKPN, tapi tetap ikut seleksi. Baik itu polisi, jaksa maupun hakim. Diantara capim penegak hukum, hanya Koordinator Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Supardi yang kepatuhan LHKPN-nya lebih baik.

Kepatuhan LHKPN yang buruk itu tentu mengecewakan. Sebab, setiap instansi penegak hukum telah mengatur teknis penyampaian LHKPN. Di Polri, misalnya, ada Peraturan Kapolri Nomor 18/2017. Kemudian di Kejaksaan terdapat Instruksi Jaksa Agung No INS-003 tahun 2019. Dan di kehakiman ada Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung No 147/SEK/SK/VIII/2017.

”Tentu jika dikaitkan dengan integritas, harusnya LHKPN dapat dijadikan salah satu indikator utama penilaian kelayakan dari pendaftar calon pimpinan KPK,” terang peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Desak MK Tak Hanya Fokus pada Hasil Pemilu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:36 WIB

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB

Polri Upaya Pulangkan Dua Pelaku TPPO di Jerman

Sabtu, 23 Maret 2024 | 12:30 WIB

Operasi Ketupat Mudik Dimulai 4 April

Sabtu, 23 Maret 2024 | 11:30 WIB
X