Bahaya Striae Atrofi dari Penggunaan Lotion Abal-Abal

- Senin, 29 Juli 2019 | 09:45 WIB

SERAYA memperlihatkan beberapa fotonya saat duduk di bangku SMA, Azzahra Nindita mengaku malu karena pada saat itu dirinya masih memiliki kulit hitam, dekil, dan tak terawat. Layaknya remaja pada umumnya yang lebih senang bermain dengan rekan dibandingkan merawat kulit. Hal ini itulah yang dilakukan olehnya.

“Dulu enggak begitu doyan pakai skin care, karena enggak mengerti ditambah dengan rasa malas. Jangankan skin care, ke sekolah saja dulu saya hanya menggunakan bedak bayi, bahkan sesekali tak menggunakan apapun,” beber perempuan yang karib disapa Ara itu.

Ketika dirinya lulus dan memasuki dunia perkuliahan, tepatnya pada 2018. Ara termakan bujuk rayuan tatkala dirinya ditawari krim wajah. Dia beli di online shop. Dengan janji manis seperti kulit mulus, putih, glowing seketika menjadi titik dimana dirinya takluk dengan krim yang tak jelas terbuat dari bahan apa saja.

“Efek pertama pemakaian memang sesuai dengan yang dijanjikan. Dalam waktu kurang dari seminggu kulit memutih dan glowing. Tak lebih dari tiga bulan awal pemakaian, online shop ini juga beri tahu kalau ada handbody-nya. Merasa muka sudah belang dengan tangan, tanpa pikir panjang saya langsung beli dengan harapan yang sama seperti efek pada wajah,” jelasnya.

Hari berganti bulan. Handbody racikan dia gunakan genap setahun. Berharap putih, malah kulit Ara kian lama terbentuk garis-garis seperti stretch mark. Bagaimana tidak, pada bagian belakang lutut, nyaris semua permukaan kulit ditutupi striae atrofi.

Panik, menyesal, dan khawatir menjadi satu. Bingung, dua hari sebelum memasuki Juni Ara merasa area belakang lutut baik-baik saja. Namun, tanpa rasa sakit, gatal, atau ada sesuatu yang berjalan, striae atrofi memenuhi kakinya.

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Dirinya kini harus konsultasi dengan dokter untuk mendapat tindakan agar tak semakin menjalar.

Dokter Sy Halida mengaku miris. Sebab, perempuan yang mengalami hal seperti Ara itu meningkat setiap tahunnya. Walhasil, secara tidak langsung menggambarkan bahwa minimnya rasa takut demi kulit putih.

Penyebab striae atrofi salah satunya karena krim atau lotion pemutih abal-abal yang dijual di pasaran bebas. Fatalnya, krim tersebut mengandung steroid yang sangat tinggi. Padahal, campuran steroid tidak boleh dilakukan sembarang orang dan harus sesuai resep dokter. Jika terus dibiarkan, akhirnya memberi dampak seperti yang dirasakan Ara.

“Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit kronis yang merusak jaringan kulit. Lalu setelah merasakan timbul pertanyaan, apakah dapat striae atrofi bisa disembuhkan? sayangnya tidak. Kalaupun bisa, cuma stop penyebaran, dan mengurangi, bukan menghilangkan,” jelas Halida.

Gejala yang dirasakan pun nyaris tidak ada. Halida membeberkan bahwa penyebaran striae atrofi terbilang cepat. Jadi, wajar saja apabila pasien terkejut garisnya menumpuk banyak. Sebab, selain cepat, penyakit ini menyebar tanpa memberikan rasa sakit, atau gatal sama sekali.

“Untuk stop, kami juga berikan krim sesuai dengan resep dokter dan beberapa suplemen memperbaiki metabolisme tubuh. Kalau untuk mengurangi pun cukup banyak waktu karena dilakukan bertahap dan rutin, serta menguras banyak biaya tentunya,” timpalnya.

Tak bosan Halida mengimbau setiap pasien untuk bijak memperlakukan kulit. Sebab, setiap perempuan memiliki sisi kecantikan masing-masing, baik yang berkulit putih maupun cenderung gelap. Tugas Anda hanya merawat dan menjaga, bukan mengubah. (*/nul*/rdm2)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X