Bupati Kudus M. Tamzil pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang. Begitu pula Agus Soeranto, staf khususnya. Mereka terlibat korupsi. Atas dasar itulah, KPK berencana menuntut keduanya dengan hukuman maksimal: penjara seumur hidup. Kemarin (27/7) KPK menetapkan Tamzil sebagai tersangka penerima suap pengisian jabatan di Pemkab Kudus.
Dia dijerat dengan pasal suap dan gratifikasi. Yakni, pasal 12 huruf a atau b, atau pasal 11, atau pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor. Sangkaan itu pula yang ditujukan kepada Agus Soeranto alias Agus Kroto. KPK menerapkan juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap dua tersangka penerima suap itu.
Tamzil dan Agus memang residivis kasus korupsi. Agus mendekam di Lapas Kedungpane pada 2016. Mantan kepala Biro Keuangan Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jawa Tengah itu tersandung kasus korupsi penyaluran dana bantuan sosial (bansos) provinsi tahun anggaran 2011. Kerugian negaranya Rp 1,032 miliar.
Sementara itu, Tamzil ditahan di lapas yang sama pada 2014. Kala itu bupati yang memiliki harta kekayaan Rp 912.991.616 di LHKPN KPK tersebut terlibat kasus korupsi perjanjian kerja sama terkait pengadaan sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan senilai Rp 21,848 miliar. Tamzil divonis penjara 1 tahun 10 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Kalau sudah berkali-kali (korupsi), bisa nanti tuntutannya maksimal (seumur hidup, Red),” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Dia mengatakan, Tamzil dan Agus pernah bekerja bersama di Pemprov Jateng. Keduanya sempat bertemu di Lapas Kedungpane. Ketika Tamzil menang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kudus 2018, Agus direkrut sebagai staf khusus. “Saat dilantik, MTZ (M. Tamzil) mengangkat ATO (Agus Soeranto) sebagai staf khusus,” ungkap Basaria.
Agus Kroto punya peran sentral dalam perkara suap pengisian jabatan yang ditangani KPK saat ini. Berawal saat Pemkab Kudus membuka seleksi pejabat eselon II, III, dan IV. Dalam seleksi itu, ada empat jabatan eselon II. Yakni, kepala dinas pekerjaan umum dan penataan ruang; kepala dinas kebudayaan dan pariwisata; kepala badan kepegawaian, pendidikan, dan pelatihan; serta kepala dinas kependudukan dan pencatatan sipil.
Sejalan dengan seleksi tersebut, Tamzil meminta Agus mencarikan uang Rp 250 juta untuk membayar utang pribadi. Agus lantas meminta Uka Wisnu Sejati (UWS), ajudan bupati, untuk menentukan siapa pejabat yang layak dimintai uang dengan iming-iming promosi jabatan. Uka Wisnu kemudian menemui Plt Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Akhmad Sofyan. “AHS (Akhmad Sofyan, Red) pernah menitip pesan, karena UWS adalah ajudan bupati, AHS minta tolong UWS untuk membantu karirnya dan istrinya,” ungkap Basaria.
Uka Wisnu kemudian menyampaikan kepada Sofyan bahwa Tamzil sedang butuh uang Rp 250 juta. “Saat itu AHS tidak sanggup menyediakan Rp 250 juta,” imbuhnya.
Namun, tidak lama kemudian, Sofyan menghubungi Uka Wisnu via pesan WhatsApp. Keduanya pun bertemu pada Jumat (26/7) pukul 06.00 di rumah Uka Wisnu. Di sana Sofyan menyerahkan uang Rp 250 juta yang dibungkus goodie bag biru. “UWS membawa masuk uang ke rumahnya dan mengambil Rp 25 juta yang dianggap jatahnya,” terang pensiunan perwira Polri itu.
Sisa uang tersebut kemudian diserahkan Uka Wisnu kepada Agus Kroto di pendapa Pemkab Kudus. Duit tersebut lalu dibawa ke ruang kerja bupati. Dari ruangan itu, Agus membawa tas berisi uang dan menitipkannya kepada Norman, ajudan bupati lainnya. Saat penyerahan itu, Agus meminta Norman untuk melunasi pembayaran Nissan Terrano milik Tamzil.
Dari transaksi itulah, KPK kemudian mengamankan Agus Kroto di rumah dinasnya beserta uang Rp 170 juta yang diduga bagian dari pemberian Sofyan untuk Tamzil. “Ini (transaksi suap pengisian jabatan, Red) adalah laporan masyarakat yang kami kembangkan sehingga terjadi OTT (operasi tangkap tangan, Red),” papar Basaria.
Selain Tamzil dan Agus Kroto, KPK menetapkan Sofyan sebagai tersangka. Sofyan disangka sebagai pemberi suap Rp 250 juta. Basaria menegaskan, perkara itu tidak berhenti pada pemberian uang dari Sofyan. Pihaknya akan menelusuri indikasi pemberian dari pejabat-pejabat lain yang lolos seleksi jabatan di Kudus.
Demikian pula dengan pihak-pihak lain yang sempat diamankan. KPK bakal mendalami lagi keterangan para pihak tersebut dalam proses penyidikan. Selain menelusuri keterlibatan pihak lain, KPK menelisik seberapa jauh modus suap pengisian jabatan di Pemkab Kudus. Khususnya tarif yang dipatok bupati untuk jabatan tertentu.
Basaria mengatakan, perkara suap pengisian jabatan itu mencoreng tujuan reformasi birokrasi. Juga, menambah panjang daftar kasus korupsi dengan modus serupa. Sebab, KPK telah beberapa kali membongkar praktik suap pengisian jabatan meski seleksi tersebut sejatinya dilakukan terbuka dan diawasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).