Melawan Sekarat Karst Sekerat

- Kamis, 25 Juli 2019 | 23:00 WIB

Seperti teluk yang menjadi hak bumi–untuk berlekuk, karst Sekerat pun demikian. Bentang alam di utara Kaltim ini adalah tangki raksasa penyimpan air bawah tanah. Rumah berbagai flora dan fauna langka. Kawasan mineral tak terbarukan, sekaligus wadah mempelajari masa lalu.

 

AZAN berkumandang memecah keheningan subuh. Sudah setengah jam, Dirhanuddin terjaga dari tidur lelapnya. Dia tak ingat lagi mimpi yang telah menemani tidurnya malam itu. Setelah mencuci muka dan berwudu, dia beranjak dari tilam, lantas menunaikan ibadah.

Menit berbilang jam, fajar segera menyapa. Sejurus kemudian ponselnya berdering. Rekannya, Yuda Almerio mengirim pesan di WhatsApp. “Sudah bangunkah Dir? Mobil sudah siap. Kita kumpul pukul 08.00 Wita di kantor (Kaltim Post biro Samarinda),” begitu isi pesan dari Yuda.

Hari kedua Ramadan atau awal Mei lalu, tim Kaltim Post hendak mendaki dan menjelajah pegunungan karst Sekerat, Kutai Timur (Kutim). Selain Yuda dan Dirhan, turut serta ketika itu pewarta foto, Saipul Anwar.

Rencananya fokus jelajah ialah mengamati keindahan kawasan karst, potensi flora dan fauna yang hidup di dalamnya dan melimpahnya sumber mata air di kawasan tersebut.

Setelah berkemas, ketiganya melaju dengan MVP dengan Dirhan sebagai sopir. Empat jam 40 menit mereka tiba di Sangatta, Kutim.

Di daerah yang rawa dan sungainya banyak dihuni buaya itu, Kaltim Post mendapatkan dua tambahan anggota, Michael Freddy Yacob dan Destry Andriningsi Yudita. Keduanya pencinta alam yang kerap menjelajah berbagai pegunungan.

Rencananya Destry menjadi pemandu pendakian. Akhir 2018, alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Kutim itu pernah mendaki salah satu pegunungan karst di Sekerat.

Perjalanan menuju Sekerat dilanjutkan selepas berbuka puasa dan salat Magrib. Dari informasi Destry, selain jalan poros Sangatta-Bengalon, ada jalur alternatif yang bisa dilewati.

Jalan itu milik perusahaan sawit dan dapat ditempuh melalui kawasan Rawa Indah. Dari perbatasan Sangatta–Bengalon, jaraknya 25 kilometer.

Destry berujar, rute tersebut bisa memangkas satu jam perjalanan. Bila menempuh jalan poros Sangatta­–Bengalon, makan waktu tiga jam menuju Sekerat. “Dari jalan besar, kami akan melewati perkampungan dan perkebunan kelapa sawit. Setelah itu kami menyeberang menggunakan feri. Kalau mobil bayar Rp 50 ribu. Penyeberangan 10–15 menit saja,” jelas Destry.

Dirhan yang tak biasa mengemudi saat malam terpaksa memacu kendaraan perlahan. Terlebih badan jalan jalur yang dilalui masih berupa tanah. Dari jalan besar ke lokasi penyeberangan butuh waktu 15–20 menit.

Sejauh mata memandang, hamparan perkebunan kelapa sawit memagari rute yang dilewati. Sayang, rencana tersebut gagal karena kapal penyeberangan rusak. Terpaksa memutar arah dan menggunakan jalur biasa, poros Sangatta-Bengalon kemudian disambung ke poros Bengalon-Sangkulirang selama dua jam.

Dari situ, masuk jalur yang disebut Blok Beruang menuju Sekurau. Kembali rute yang dilalui belum diaspal atau dicor, hanya tanah berbatu. Syukurnya kala itu langit tak menangis.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X