SAMARINDA – Harga crude palm oil (CPO) internasional pada awal tahun mengalami penurunan. Sejak Maret tercatat menyentuh angka USD 510-550 per metrik ton. Pada harganya semakin anjlok di angka USD 487 per metrik ton. Rata-rata per bulan tergerus 5 persen. Penurunan harga ini disebabkan oleh demand CPO yang menurun.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, penurunan harga CPO masih disebabkan demand CPO yang menurun akibat kampanye negatif Uni Eropa terhadap produk CPO Indonesia. “Di Kaltim yang paling terasa dari kampanye negatif pasti penurunan harga CPO, yang berujung pada penurunan harga tandan buah segar (TBS),” ujarnya, Selasa (23/7).
Dia menjelaskan, harga CPO selain disebabkan dari isu negatif juga tergantung supply and demand dari pasar global. Contohnya dari akhir tahun sekitar Oktober hingga awal tahun ini produksi TBS sangat banyak, tentunya CPO di Indonesia juga banyak. Supply yang banyak namun tidak disertai demand yang banyak menyebabkan harga CPO turun. “Dengan begitu, harga TBS juga pasti menurun yang mengakibatkan petani mengalami penurunan penghasilan,” katanya.
Menurutnya, di Kaltim secara sistematis berbagai kampanye itu dijawab dengan program kegiatan. Pihaknya juga aktif bekerja sama dengan para mitra pembangunan, kemudian ditunjukkan bahwa praktik perkebunan di Bumi Etam sudah menerapkan prinsip-prinsip perkebunan berkelanjutan yang menyeimbangkan sosial, ekonomi dan lingkungan.
“Beberapa kekurangan pasti ada, tapi strategi dan konsisten dengan perkebunan berkelanjutan sudah dilakukan di Kaltim dan saya yakin daerah lain melakukan hal serupa,” tuturnya.
Dia mengatakan, dengan berbagai upaya yang dilakukan Kaltim pastinya lama-kelamaan akan terjawab isu-isu negatif tersebut. Sebab, tidak ada bukti konkret bahwa kelapa sawit menyebabkan kerusakan alam. Jika isu ini masih terus berlangsung dan tidak ada upaya pencegahan, maka demand CPO seluruh dunia akan menurun yang menyebabkan harga CPO akan semakin terpuruk.
“Harga yang rendah saat ini tentunya pemerintah tidak akan diam saja. Sawit sudah menjadi salah satu pusat perekonomian nasional, jika diganggu tentunya akan ada regulasi yang mengatur itu. Tidak mungkin harga yang terus menurun ini dibiarkan,” pungkasnya. (*/ctr/ndu/k18)