Pria Ini Beberkan Alasan Gugat Foto Caleg yang Katanya Kelewat Cantik di MK

- Selasa, 23 Juli 2019 | 12:31 WIB

Prof H Farouk Muhammad bertutur panjang terkait gugatan yang ia layangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) kepada peraih suara tertinggi DPD RI dapil NTB Evi Apita Maya.Hal ini sekaligus meluruskan persepsi publik yang terlanjur menganggap ia, tak suka lihat foto Evi cantik di surat suara.

Upaya panjang dilakukan Farouk untuk cari bukti mendukung tudingannya. Sampai akhirnya ia tiba pada kesimpulan. Evi telah melakukan kecurangan. Sehingga ia dapat suara terbanyak dalam Pemilihan DPD RI kemarin.

“Manipulasi foto dengan metode Digital Imaging, itu (maksimal) boleh dilakukan sampai 30 persen,” kata Farouk.

Di dunia fotografi atau kecantikan, ia menyebut ada pembatasan dalam editing foto. Pendapat ini, ia peroleh dari hasil diskusi dengan pakar fotografi. Maka, ia berkesimpulan seharusnya untuk keperluan administrasi foto di KPU, harusnya lebih ketat lagi.

Inilah yang menyemangati Farouk melakukan gugatan ke KPU. Setelah bertukar pikiran dengan beberapa ahli tentang foto Evi.

Farouk merasa perlu meluruskan. Gugatan terhadap Evi tidak semata-mata karena Evi terlihat cantik di surat suara. Tetapi, ia berkeyakinan ada informasi bohong yang disampaikan kepada publik.

“Bukan fotonya, tapi informasinya pada publik,” tekannya.

Bagi Farouk, informasi diri itu tak hanya sekedar data normatif. Seperti pendidikan, keluarga, dan karir. Tapi juga, menyangkut tentang keaslian foto yang diberikan. Foto yang dimanipulasi sama saja dengan memanipulasi identitas diri.

“Informasi tidak hanya soal identitas, tapi semua informasi termasuk foto,” tegasnya. Tak hanya menelusuri tentang keaslian foto. Farouk mencium, ada praktek politik. “Ke mana saja kita pergi mau reses atau kampanye terus dikejar (Bawaslu),” cetusnya.

Para penantang dianggap lebih leluasa berkampanye. Bahkan melakukan praktek politik uang. Farouk telah mengantongi banyak bukti. Hingga dokumentasi Evi mengajak masyarakat memilih ia dengan iming-iming materi.

Bukti itu didapat dari berbagai tempat. Mulai dari Kabupaten Lombok Utara, Lombok Tengah, hingga Lombok Timur. “Semua informasi (diduga tempat dilakukan politik uang) kami datangi dan cari orang yang menerima,” kisahnya. Farouk juga sempat membahas laporan yang ia sampaikan ke Bawaslu. Ia bercerita panjang, proses memasukan laporan yang tercatat di Bawaslu tertulis tanggal 30 April 2019. Sampai akhirnya semua laporannya disebut kedaluwarsa.

“Penuh dengan tanda tanya kerja Bawaslu ini,” cetusnya. Selain memaparkan tentang dugaan pemalsuan dokumen berupa foto dan politik uang, Farouk juga menemukan bukti-bukti yang siap ia paparkan di persidangan. Yakni terkait tudingan penggelembungan suara.

Dugaan ini menguat, menyusul temuan ia di lapangan. Bagaimana modus praktek penggelembungan itu ditawarkan. “Dari 72 TPS saja, kita menemukan 889 suara penggelembungan,” bebernya. Jumlah ini bisa jadi bertambah. Bila semua TPS ditelusuri. Farouk menyebut ia menggugat ini, semata-mata karena ingin menegakan nilai-nilai demokrasi. Mengingat bila persoalan ini tidak diluruskan, akan jadi warisan buruk bagi generasi muda.

“Mudah-mudahan tidak ada lagi kecurangan (semacam ini), jangan dianggap gampang,” harapnya. Paling tidak ia merasa telah melakukan upaya terbaik. Agar dikemudian hari, tidak lagi ada cara-cara tidak sehat yang dapat menganggu jalannya demokrasi dan rasa keadilan.

Sementara itu, Evi saat dihubungi Lombok Post memilih irit bicara. Ia hanya sempat membenarkan bila MK, telah memutuskan melanjutkan pemeriksaan perkara yang dimohonkan oleh Farouk atas dirinya. “Iya,” jawab Evi melalui pesan pendek.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X