Tambang Ilegal, Tidak Ideal?

- Selasa, 23 Juli 2019 | 11:23 WIB

Oleh : Dyan Indriwati Thamrin

Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

 

SEBANYAK 29 kasus tambang ilegal di Kaltim ditaganani oleh Polda Kaltim pada semester I 2019, dimulai sejak Januari hingga Juli 2019. Hal tersebut disampaikan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim Kombes Pol Budi Suryanto didampingi Kabid Humas Kombes Pol Ade Yaya Suryana, pada awal Juli lalu seperti yang dikutip dari kanal berita Kaltim.prokal.co. Dalam berita itu juga disebutkan, sudah 11 kasus berhasil diselesaikan Polda Kaltim, dengan menetapkan 27 orang sebagai tersangka. Samarinda dan Kutai Kartanegara (Kukar) jadi lokasi paling banyak pebisnis tambang ilegal beroperasi. “Kami tahu Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah diproduksi, banyak di kedua daerah itu. Memang wajar punya potensi terjadi ilegal mining,” ujarnya.

Ditreskrimsus Polda Kaltim sendiri telah menangani 5 perkara, 2 kasus diantaranya tersangka dan barang bukti sudah dilimpahkan ke Kejaksaan, sementara 3 lainnya masih proses penyidikan. Sementara itu Polresta Samarinda menangani 3 kasus, semuanya sudah selesai. Polres Kukar ada 4 kasus, sudah selesai semua, dengan 4 tersangka sudah tahap 2, menunggu sidang. Sebagian besar modus operandi para pelaku tambang ilegal, hampir sebagian besar mereka tak memiliki IUP Operasi Produksi (OP) batu bara, namun nekad mengeruk batu bara. Kedua, ilegal trading. Mereka melakukan penjualan secara ilegal. “Pada UU Minerba ketentuan bagi mereka yang jual harus punya IUP khusus, namun mereka ini penjualan barang ilegal nggak punya IUP OP khusus,” bebernya. “Selain batunya ilegal, menjualnya pun tak punya izin,” tambahnya.

Saat ditanya mengapa tambang ilegal masih tumbuh subur di tanah Kaltim?

Menurut penulis, sistem liberalisme (kebebasan) yang diterapkan di Indonesia menjamin kebebasan kepemilikan bagi individu atau kelompok tertentu untuk menguasai/memiliki pengelolaan sumber daya alam di dalam negeri. Mereka inilah para kapitalis (pemilik modal), baik swasta lokal maupun asing, yang memiliki kemampuan finansial untuk mengelola secara penuh sumber daya alam yang ada di Indonesia.

Selain itu, dalam sistem ini, pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator yang memudahkan para kapitalis untuk mengelola sumber daya alam, dengan menerbitkan peraturan serta undang-undang, seperti UU Penanaman Modal Asing (PMA). Pemerintah hanya mendapatkan royalti dari para kapitalis yang jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan  para pemilik modal.

Eksplorasi tambang yang dilakukan pun tidak memenuhi prosedur sehingga memberi efek yang sangat besar baik untuk lingkungan maupun manusia. Seperti banjir akibat pembukaan lahan hutan yang berfungsi sebagai daerah serapan saat musim hujan, tanah longsor akibat aktivitas pertambangan yang terlalu dekat dengan pemukiman warga, pencemaran udara dari aktivitas pertambangan, kondisi tanah yang tidak produktif karena bekas galian yang ditinggalkan begitu saja yang juga mengandung unsur berbahaya. Selain itu, sejak tahun 2011 sampai 2019, lubang bekas galian yang tidak direklamasi dan juga tidak diberi pembatas telah menyebabkan sekitar 33 anak meninggal dunia karena tenggelam saat bermain di genangan air bekas galian tambang karena memang letaknya berdekatan dengan rumah warga.

Dalam Islam, tambang merupakan milik umat. Sebagaimana sabda Rasul SAW : “Manusia berserikat dalam 3 perkara, dalam hal air, padang dan api.” Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa tambang adalah representasi dari api. Dalam pandangan Islam, barang tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk diberikan hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadits tersebut, Abyadh diceritakan telah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul SAW meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat : “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)”. Rasul SAW kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya.” Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak digambarkan mengalir terus-menerus. Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Sikap pertama Rasul SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada seseorang. Akan tetapi, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar, digambarkan bagaikan air yang terus mengalir, Rasul SAW mencabut pemberian itu. Hal ini karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum.

Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu. Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut tentu saja bukan “garam”, melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang garam itu jumlahnya sangat banyak, Ia menarik kembali pemberian itu. https://m.facebook.com/notes/250-juta-dukungan-untuk-ganti-kapitalisme-sosialismekomunisme-dgn-islam/syariah-islam-dalam-pengelolaan-sumber-daya-alam/10150182057564506

Dalam pelaksanaan pertambangan, maka harus berdasarkan proses dan mekanisme yang ditentukan. Kegiatan pertambangan diawali dengan proses studi kelayakan yang melibatkan masyarakat pemangku kepentingan (stake holders), kemudian dilaksanakan dengan ramah lingkungan (green mining), tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan melalui pengawasan (monitoring) berkelanjutan, dan dilanjutkan dengan melakukan reklamasi, restorasi dan rehabilitasi. 

Pelaksanaan pertambangan wajib menghindari kerusakan (daf’u al-mafsadah), antara lain: menimbulkan kerusakan ekosistem darat dan laut, menimbulkan pencemaran air serta rusaknya daur hidrologi (siklus air), menyebabkan kepunahan atau terganggunya keanekaragaman hayati yang berada di sekitarnya, menyebabkan polusi udara dan ikut serta mempercepat pemanasan global, mendorong proses pemiskinan masyarakat sekitar, dan mengancam kesehatan masyarakat. http://kaltim.prokal.co/read/news/347708-akibat-tambang-kerusakan-meradang

Kalaupun harus bekerjasama dengan perusahaan tertentu, hanya sebatas menggunakan jasanya saja, bukan sebagai pemilik. Mereka akan dibayar sesuai dengan jasa yang digunakan. Sehingga semua proses mulai dari pemilihan lokasi, aktivitas eksplorasi, distribusi, sampai pemulihan pasca tambang selalu dalam pengawasan ketat pemerintah. Sehingga pemerintah bebas menyalurkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang terjangkau. https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1069253033268460&id=954316118095486

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X