BALIKPAPAN – Kasus calon peserta didik ditolak masuk di sekolah negeri di penerimaan peserta didik baru (PPDB) online 2019 menjadi hal di luar kendali pihak sekolah. Karena lembaga pendidikan tersebut bukan operator atau provider sistem. Jadi jika ada anak yang terlempar dari daftar meski memiliki nilai yang tinggi, sekolah tak bisa berbuat apa-apa.
“Kalau berbicara masalah sistem kami angkat tangan. Itu ranahnya provinsi yang bisa jawab,” kata Kepala SMK 1 Balikpapan M Syukri, kemarin (18/7).
Sebagai ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Balikpapan, dia menjelaskan jika PPDB di SMK berbeda dengan jenjang lain, termasuk SMA. Karena tak menggunakan sistem zonasi. Jadi tak ada istilah zona ring 1 yang menjadi tolok ukur kewajiban sekolah menerima calon peserta didik.
“Calon peserta didik bisa mendaftarkan diri sesuai dengan minat dan kompetensinya,” kata Syukri.
Tekait kasus Randi Ashary, Syukri menyebut tahun ini SMK 1 menerima lebih dari 2.115 calon peserta didik. Dari jumlah tersebut yang diterima hanya 672 orang dengan 21 rombel. Sesuai petunjuk teknis, tahun ini SMK 1 membuka kesempatan 10 persen bagi di lingkungan sekitar. Namun, kondisinya membeludak. Sehingga sistem ranking tetap diterapkan.
“Itu pun untuk golongan gakin (keluarga miskin) yang tertolak ada 47 anak,” tuturnya.
Namun. untuk mengakomodasi gakin ini, dia tengah membuat permohonan kepada provinsi untuk membuka dua kelas khusus dengan jurusan yang sudah ditentukan. Dengan pertimbangan ketersediaan guru dan workshop.
“Terus terang kami kekurangan guru kejuruan. Banyak yang pensiun dan meninggal dunia,” katanya. Pemetaan terhadap calon peserta gakin yang tertolak sudah dilakukan. Orangtua pun disebut telah dihubungi terkait niat sekolah ini.
Randi Ashary merupakan lulusan SMP Wiyata Mandala Balikpapan. Dengan nilai 197,5. Namun, karena insentif daerah, nilai yang ada ditambah 60 poin. Menjadi 257,50. Dengan angka tersebut, ayahnya Abdul Haq dan istri yakin anaknya bisa diterima.
“Pukul 01.00 Wita dicek sama istri saya. Nama anak kami masih terdaftar. Tapi pagi hari kami cek sudah tak ada,” kata pria yang biasa Daeng Maro itu.
Abdul menaruh asa. Lantaran keinginan putranya bisa masuk ke sekolah kejuruan negeri tersebut. Karena setelah lulus SMP, anaknya pernah menyampaikan keinginannya sekolah di SMK 1. Karena dianggap sekolah terdekat dan terbaik agar bisa memiliki masa depan yang cerah. Dan bisa lebih baik dari orangtuanya.
“Tapi kalau begini saya kondisinya, mending saya didik jadi preman saja,” kata Abdul jengkel. (rdh/dwi)