Harga Gas Indonesia Kompetitif, Hanya Kalah dari Malaysia

- Senin, 15 Juli 2019 | 13:00 WIB

JAKARTA – Harga gas industri Indonesia relatif stabil dan kompetitif dengan negara di kawasan Asia Tenggara. Terutama lebih kompetitif daripada Thailand dan Singapura. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menyatakan, jika dilihat lebih detail perbandingan dari titik referensi yang sama, harga hulu di Indonesia USD 5,3 per MMBTU.

’’Ini terbilang kompetitif,’’ katanya (14/7). Pihaknya membandingkan harga gas di tiga negara Asia Tenggara yang memiliki perkonomian kuat. Jika dicermati lebih lanjut, harga gas Malaysia memang lebih rendah. Rendahnya harga gas di Malaysia ditopang dari struktur biaya pembentukan gas yang menerapkan Regulation Below Cost (RBC). Sistem RBC menuntut adanya penerapan subsidi sehingga membuat harga gas di Malaysia lebih murah. Thailand dan Tiongkok menjalankan model indeksasi ke harga minyak.

Artinya, harga gas akan mengikuti pergerakan harga minyak. ’’Jika harga minyak naik, harga gas akan naik. Begitu pula sebaliknya,’’ ungkapnya. Skema itu mendorong tingginya tingkat fluktuasi sehingga mengakibatkan ketidakstabilan harga gas. Agung menambahkan, Indonesia menerapkan skema Regulation Cost of Services (RCS). Jadi, penetapan harga gas berdasar keekonomian di setiap mata rantai. Skema tersebut cocok diterapkan di Indonesia karena tidak mengikuti harga minyak dan tidak menimbulkan volatilitas. ’’Ini yang membuat harga gas di Indonesia cukup stabil,’’ tegasnya.

Kestabilan harga gas terlihat pada catatan harga gas pipa domestik sejak 2008 hingga April 2019. Pada 2008, gas pipa domestik USD 4,83 per MMBTU. Pada April 2019, gas pipa domestik USD 5,87 per MMBTU. Dalam kurun 11 tahun, gas pipa domestik hanya terkoreksi USD 1,04 per MMBTU. Jika dibandingkan dengan pergerakan ICP dalam kurun waktu yang sama, fluktuasi ICP punya selisih USD 34,58 per barel.

Kendati demikian, pemerintah akan terus mendorong struktur biaya energi di Indonesia makin kompetitif. ’’Kami terus mencari formula baru untuk menekan harga gas sampai ke tingkat akhir pengguna,’’ kata Agung. Perlu diketahui, struktur harga gas domestik di Indonesia ditetapkan berdasar biaya gas bumi (60 persen), biaya transmisi (22 persen), dan biaya distribusi ditambah niaga (18 persen). Meski harga gas industri di hulu murah, harga gas yang sampai di konsumen bisa menjadi mahal karena ada biaya transportasi gas melalui pipa.

Salah satu cara yang dilakukan adalah holding industri migas yang mengintegrasikan pipa gas milik PT Perusahaan Gas Negara (Tbk) atau PGN dengan Pertagas. Integrasi dua perusahaan itu pun diharapkan bisa menurunkan harga gas di Indonesia. ’’Harapannya seperti itu. Jadi, kita kejar efisiensi dulu,’’ ucap Direktur Komersial PGN Danny Praditya. PGN lebih fokus mengonsolidasikan jaringan pipa di Pertagas dan mengintegrasikan pipa gas dari Aceh hingga Jawa Timur. (vir/c19/oki)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X