SAMARINDA- Target Pemprov Kaltim untuk mewujudkan swasembada pangan pada 2023 tampaknya makin sulit terwujud. Pasalnya tenaga penyuluh yang ada di Kaltim saat ini hanya 639 orang. Terdiri dari 138 penyuluh pertanian, 141 penyuluh perikanan, dan 49 penyuluh kehutanan. Jumlah itu menurun dibandingkan pada 2015 yang berjumlah 695 orang.
Dan yang paling paling banyak menurun adalah penyuluh pertanian. Pada 2015 Kaltim masih punya 568 orang penyuluh pertanian, 37 perikanan, dan 30 kehutanan. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah kelompok tani yang harus dibina mencapai 7.200 kelompok. Dengan jumlah desa mencapai 1.020, seharusnya minimal satu desa memiliki satu penyuluh. Diharapkan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di setiap kecamatan, mengoptimalkan pengembangan wadah para pendamping petani guna menjaga stabilitas pasokan pangan.
Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Kaltim Ibrahim mengatakan, tenaga penyuluh ini mutlak diperlukan untuk membantu meningkatkan produksi para petani. Jika edukasi petani baik, maka produktivitas pertanian di Kaltim juga semakin baik.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam pengembangan sistem penyuluhan pertanian mutlak diperlukan. Khususnya dalam mendukung percepatan proses penyuluhan pertanian di berbagai tingkatan. Sehingga mampu mengolah usaha taninya secara produktif, efektif dan efesien serta berdaya saing. “BPP di kecamatan memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan pertanian di pedesaan,” katanya, Senin (8/7).
Berdasarkan program, penyuluh nantinya melakukan penyuluhan dan menyediakan maupun menyebarkan informasi teknologi, saran produksi, pembiayaan dan pasar. Keberadaan tenaga penyuluh sangat penting karena memiliki tiga fungsi. Yaitu sebagai fasilitator, mediator dan fungsi sebagai pemberdayaan para petani, dalam upaya mendukung ketahanan pangan.
Menurutnya, jumlahnya saat ini semakin sedikit karena sudah banyak yang pensiun. BPP harus bisa mengoptimalkan agar pelaksanaan program pertanian lebih maksimal. Saat ini ditargetkan pada 2023 Kaltim sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebab, produktivitas padi harus meningkat 10 persen setiap tahunnya.
“Tapi itu harus berjalan dengan tenaga penyuluh yang memadai. Kalau jumlahnya terus menurun akan sulit mencapai swasembada pada 2023 tersebut,” pungkasnya. (*/ctr/ndu)