Neraca Perdagangan Kaltim Surplus tapi Tidak Sehat

- Rabu, 10 Juli 2019 | 11:57 WIB

KETIKA Indonesia masih bergelut dengan defisit neraca perdagangan, Kaltim sejak dulu selalu mencatat neraca dagang yang sangat baik. Pada Januari-Mei 2018 neraca perdagangan Kaltim mencapai USD 5,54 miliar. Sementara pada periode yang sama tahun ini jumlah itu kembali meningkat menjadi USD 5,720 miliar. Sayangnya, surplusnya neraca dagang ini dianggap tidak sehat. Karena struktur ekspor Kaltim masih didominasi barang mentah.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Atqo Mardiyanto mengatakan, setiap bulan neraca perdagangan Kaltim menunjukkan nilai yang positif. Pada Mei 2019 kinerja ekspor-impor surplus sebesar USD 1,24 miliar. Angka ini mengalami peningkatan dibanding neraca perdagangan pada April 2019 yang surplus sebesar USD 1,14 miliar. “Kalau kita lihat secara kumulatif tahunan juga selalu mengalami peningkatan,” ungkapnya, Selasa (9/7).

Namun, tambah Atqo surplus neraca dagang selama ini masih memperlihatkan lemahnya kinerja ekspor produk-produk industri atau hilirisasi. Sehingga neraca perdagangannya menjadi tidak sehat, karena ekspor masih didominasi ekspor migas dengan barang mentah.

“Ekspor Kaltim harus didongkrak, namun tidak dengan komoditas yang ada saat ini. Dibutuhkan nilai tambah pada beberapa komoditas atau hilirisasi. Ini yang membuat neraca perdagangan kita bisa lebih sehat,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop dan UMKM Kaltim Heni Purwaningsih mengatakan, volume ekspor-impor Kaltim memang selalu surplus. Hal itu terjadi karena volume ekspor lebih banyak dari impor. Secara kasat mata neraca perdagangan memang menguntungkan bagi Kaltim. Namun, dalam jangka panjang Bumi Etam harus bersiap menghadirkan neraca perdagangan yang lebih baik.

“Ketergantungan pada komoditas mentah untuk diekspor harus diubah menjadi hilirisasi. Peningkatan ekspor sektor lain juga mutlak dibutuhkan Kaltim,” ujarnya. Menurutnya, sektor lain seperti perkebunan, pertanian, perikanan dan lainnya perlu mendapat perhatian.

Sebenarnya, industri hilir punya banyak potensi, tapi sambil menunggu komoditas yang saat ini diekspor mentah menuju hilirisasi, produksi sektor lain dapat ditingkatkan. “Kita punya potensi ekspor untuk sektor lain, seperti beberapa komoditas perikanan dan pertanian. Tinggal bagaimana sektor ini bisa meningkatkan volume produksinya,” ujarnya.

Dia menjelaskan, Kaltim saat ini terus mengarah pada hilirisasi. Contohnya saat ini crude palm oil (CPO) hanya diekspor mentah, tapi sudah mulai dikembangkan produk turunannya. Rencana pengembangan industri hilir CPO di Maloy yang harus terus didukung.

“Jika produk-produk turunan sudah ada, lalu sektor lain juga ditingkatkan untuk ekspor maka neraca perdagangan yang sudah surplus ini bisa menjadi lebih baik dan berdampak lebih besar terhadap perekonomian Kaltim,” tutupnya. (*/ctr/ndu)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X