Pendampingan anak-anak korban eksploitasi seksual komersial termasuk yang paling sulit. Pencegahan juga dilakukan. Lewat edukasi di sekolah, komunitas, dan lokasi rawan.
SEKARING RATRI, Solo
MINUMAN itu ditenggaknya tanpa curiga. Meski pria yang menyodorkan baru saja dikenalnya lewat Facebook.
Namun, tak lama kemudian kepalanya mendadak pusing. ”Lalu saya tidak ingat apa-apa. Tahu-tahu di kasur itu ada darah,” ujar Lia (bukan nama sebenarnya) kepada Jawa Pos.
Dan itulah awal horor yang harus dialami Lia di usia yang baru 16 tahun. Dia menjadi korban kekerasan seksual. Tak hanya sekali, tapi sampai empat kali. Bahkan hampir dijual.
Namun, Lia berhasil kabur dan kembali ke rumah. Tidak menunggu lama, pelaku dilaporkan pihak keluarga Lia dan langsung ditangkap. Pelaku pun menjalani proses hukum hingga akhirnya divonis. Sedangkan Lia mendapat pendampingan dari Yayasan Kakak, Solo. Untuk melawan trauma atas kejadian kelam itu.
Dua dekade lebih Yayasan Kakak berdiri, banyak sekali Lia-Lia lain yang telah didampingi. Tak sedikit di antara mereka yang bahkan mengalami horor yang lebih mengerikan lagi.
Misalnya seorang upik 13 tahun penyandang tunagrahita di Solo. Tak berselang lama setelah tetangga kiri rumah yang melakukan kekerasan seksual divonis, tetangga kanan rumah yang sudah berusia lanjut juga melakukannya. Semua kebiadaban itu terjadi ketika ibunda si upik tengah bekerja sebagai buruh cuci.
”Kami sampai nggak habis pikir, si pelaku itu selalu ada saat kami melakukan pendampingan. Kok kayak nggak ada rasa takut. Padahal, tetangga sebelahnya aja bisa diproses hukum,” ungkap Rita Hastuti, sekretaris Yayasan Kakak.
Kekerasan seksual pada anak masih rentan terjadi di Indonesia. Pada 2017, misalnya, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan adanya 393 korban dan 66 pelaku.
Dibentuk pada 1997, awalnya Yayasan Kakak menyasar anak-anak yang kerap menjadi objek konsumen. ”Jadi, mereka ini objek konsumen, tapi mereka tidak punya perlindungan. Misalnya jajanan-jajanan itu, kalau mereka sakit ya tanggung sendiri,” jelasnya.
Dalam perkembangannya, lanjut Rita, pendampingan terhadap anak juga dilakukan terkait bahaya merokok. Berikutnya, perhatian Yayasan Kakak meluas dengan menyasar anak-anak korban eksploitasi seksual komersial anak.
”Kami mulai melakukan pendampingan untuk anak-anak yang jadi korban prostitusi itu pada tahun 1999. Karena tahun 1997-1998 itu awal munculnya iklan-iklan handphone yang memengaruhi anak-anak remaja dan perilakunya menjadi konsumtif,” papar Rita.