JK Sebut Maskapai Bisa Bangkrut

- Rabu, 3 Juli 2019 | 12:00 WIB

JAKARTA – Pemerintah telah meminta maskapai untuk menurunkan harga tiket pesawat low cost carrier (LCC). Namun hal ini mendapat kritik. Langkah itu dinilai tidak tepat karena dianggap tidak memberi ruang dunia aviasi.

Senin lalu (1/7) di Kementerian Koordinator Perekonomian pemerintah mengumumkan penurunan tiket pesawat yang berlaku pada waktu khusus. Selain itu, pemerintah meminta agar biaya murah ditanggung oleh bandara, AirNav, dan penyedia bahan bakar.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan bahwa langkah yang dilakukan pemerintah salah. Menurutnya pemerintah tak boleh menentukan harga tiket pesawat. ”Kalau diatur pemerintah, hancur itu industri penerbangan. Pemerintah itu seperti mengatur harga kangkung,” ucap Agus kemarin (2/7).

Apa yang dilakukan pemerintah menurut Agus juga berdampak panjang. Salah satunya adalah ditakutkan maskapai asing tidak tertarik untuk masuk ke tanah air. ”Pemerintah itu sudahlah ngatur tarif batas atas dan bawah saja,” tuturnya.

Dia menyatakan bahwa ujung kerumitan ini berada di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sudah hampir enam bulan lembaga tersebut menyelidiki kondisi bisnis aviasi terdapat praktik kartel. Namun mereka belum juga memutuskan. ”Semua itu tinggal menunggu keputusan KPPU. Namun nampaknya hanya diulur-ulur,” ujar Agus.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menganggap kebiajakan ini anomali bagi konsumen dan operator penerbangan. Alasannya, adalah intervensi pemerintah. ”Anomali bagi konsumen ya karena kalau mau serius nurunin tiket, maka hapus PPN tiket dan PPN avtur,” ujarnya kemarin.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dinilai Tulus hanya untuk tampil populis. Sayangnya cara yang digunakan keliru. ”Menginjak maskapai,” tuturnya.

Turunnya harga tiket ini pun menurutnya juga tidak bisa dinikmati seluruh kalangan. Tulus berpendapat bahwa pesawat digunakan untuk kelas menengah atas. ”Bisa dilihat pada demografi penumpang pesawat yang mayoritas dibiayai oleh institusinya. Sementara persentase terkecil adalah penumpang pribadi dan wisatawan. Jadi ini yang lumayan sensitif,” ungkap Tulus.

Untuk itu dia menilai bahwa langkah terbijak adalah mendorong transportasi umum selain pesawat. Artinya kereta api, bus, dan kapal laut harus diperbaiki sehingga tetap menjadi pilihan yang baik.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Insitute Development of Economic and Finance Nailul Huda menyebut bahwa kebijakan yang mengatur mengenai tarif diskon LCC, merupakan langkah upaya pemerintah dan stakeholder penerbangan untuk menyediakan tiket murah.

Namun upaya tersebut dianggap tak akan serta merta mampu menurunkan rate tiket pesawat LCC secara keseluruhan. "Sebab, bisa jadi harga tiket di luar rute, waktu, dan hari yang telah ditentukan harga tiket lebih mahal karena untuk mensubsidi tiket murah itu. Perusahaan memenuhi keinginan pemerintah namun di satu sisi tetap bisa menjual tiket dengan harga yang relatif mahal," ujar Huda (2/7).

Terlepas dari hal tersebut, Huda menambahkan kebijakan itu sudah seharusnya diambil demi menciptakan persaingan yang lebih sehat. "Sebab ini Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group praktis tidak ada pesaingnya. Mereka bisa dengan bebas menentukan harga selama di batas atas dan batas bawah. Pemerintah harus berperan besar di sini," tambahnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bahwa tarif murah tiket pesawat yang diatur pemerintah sama seperti promo pada umumnnya. ’’Ya kan tidak semua murah. Jam-jam tertentu dan jumlah tertentu,’’ katanya.

Dia menuturkan harga atau tarif tiket pesawat sangat bergantung pada dolar AS dan Rupiah. Maskapai nasional menerima uang dari pembeli tiket dalam bentuk Rupiah. Sementara hampir seluruh biaya operasional maskapai, khususnya untuk perawatan pesawat, menggunakan mata uang dolar AS.

Dengan pertimbangan tersebut, pria yang akrab disapa JK itu menjelaskan tarif murah tidak berlaku secara umum. ’’Kalau harga seperti itu berlaku umum, saya kira perusahaan penerbangan bangkrut,’’ tandasnya. Dia lantas menuturkan kondisi yang dialami maskapai Garuda Indonesia. Menurut JK dengan menerapkan tarif normal saja, Garuda mengalami masalah keuangan. (lyn/agf/wan)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X