Daya Beli Petani Turun, Dituntut Efisien Kelola Biaya Produksi

- Selasa, 2 Juli 2019 | 12:06 WIB

SAMARINDA- Daya beli petani Kaltim pada Juni 2019 kembali mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar petani (NTP) sebesar 94,27 atau turun 0,32 persen dibanding Mei. Ini disebabkan penurunan indeks harga yang diterima petani sebesar 0,09 terhadap bulan sebelumnya. Selain itu, indeks harga yang dibayar petani meningkat 0,23 persen.

Jika dilihat peningkatan NTP, hanya terjadi pada dua sub sektor, yaitu hortikultura yang kembali meningkat 0,59 persen serta perikanan yang meningkat 0,46 persen. Sedangkan, tiga subsektor mengalami penurunan, yaitu tanaman pangan, perkebunan rakyat, dan peternakan dengan persentase masing-masing 0,17 persen, 1,17 persen, dan 0,91 persen.

Ketua Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Harry Aginta mengatakan, kesejahteraan Kaltim salah satunya diukur dari NTP. Sebab NTP menjadi indikator yang digunakan untuk mengetahui gambaran perkembangan tingkat pendapatan petani dari waktu ke waktu. Ini sebagai dasar kebijakan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan petani.

NTP dihitung dari penjualan petani dan biaya produksi. Di Kaltim ada beberapa subsektor yang sudah di atas ideal (100) yaitu nilai tukar petani peternakan (NTPT) sebesar 109,79 dan nilai tukar petani perikanan (NTNP) sebesar 104,59.

“Itu karena kedua sub sektor tersebut dipengaruhi kuatnya posisi produsen sebagai pemasok dalam distribusi komoditas hasil peternakan serta perikanan. Sementara pada saat yang sama demand di Kaltim cukup tinggi,” katanya, Senin (1/7).

Adapun nilai tukar petani tanaman pangan (NTPP) sebesar 92,69, nilai tukar petani hortikultura (NTPH) sebesar 93,38, nilai tukar petani tanaman perkebunan rakyat (NTPR) sebesar 82,01. Rendahnya NTP pada sektor holtikultura mengindikasikan daerah pemasok sedang dalam kondisi penurunan produksi, yang menyebabkan harga naik dan akses masuk pasar yang terbatas bagi produsen.

“Tapi bukan berarti secara menyeluruh petani tidak sejahtera. Nyatanya masih ada NTP di atas 100 persen, bahkan yang lain juga sudah nyaris mendekati ideal,” ujarnya.

Menurutnya, untuk melihat kesejahteraan petani harus dilihat sektor apa yang masih di bawah ideal NTP. Misalnya holtikultura, berarti para petani dari subsektor ini harus lebih efisien mengelola biaya produksi. Sebab, harga jual sudah memadai dan tidak bisa dinaikkan tapi biaya produksi masih bisa diefisienkan.

“Sebenarnya ideal itu relatif, tapi kalau NTP di atas 100 menandakan petani untung. Begitu juga sebaliknya kalau di bawah 100 menandakan petani masih merugi,” tutupnya. (*/ctr/ndu)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB
X