Siswi Dijual Ortu Layani Kakek

- Senin, 1 Juli 2019 | 10:35 WIB

JAKARTA— Keputusan Polres Kupang untuk menunggu kehamilan SM,17, untuk mengetahui pelaku dikecam. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai penyidik kasus tersebut tidak memahami sistem peradilan anak.

Diketahui, Polres Kupang memutuskan menunggu SM hingga hamil. Tujuannya, untuk melakukan tes DNA terhadap bayi hingga bisa diketahui siapa pelaku pemerkosaan tersebut. Dengan begitu, butuh waktu panjang untuk bisa menuntaskan kasus yang embuat anak menderita secara fisik dan psikologis tersebut.

Komisioner KPAI Siti Hikmawaty menuturkan, lambat dalam penanganan kasus pelecehan seksual terhadap anak itu keterlaluan. Padahal, kasus dengan korban anak itu sesuai undang-undang harus diberikan atensi lebih. ”Harus diprioritaskan dengan dibatasi waktu penyelesaiannya. Maksimal beberapa hari harus ada tindakan di undang-undang sudah jelas,” tuturnya.

Namun, ternyata dalam sejumlah evaluasi peradilan, khususnya terhadap anak, penyidik merupakan bidang terlemah. Bukan hanya soal jumlahnya yang sedikit, namun juga pemahamannya dalam sistem peradilan anak. ”Kasus ini wajib ditindaklanjuti, kalau tidak akan menjadi preseden buruk bagi bangsa ini,” paparnya.

Perlu dipahami, mengapa urgen mempercepat penanganan kasus tersebut. Pertama, kasus ini berhubungan dengan anak yang memiliki hak untuk mendapat pendidikan. Waktu penanganan kasus yang lama, membuat korban terus menderita secara psikis yang akhirnya berpengaruh terhadap sekolah. ”Lalu, kasus ini juga ada indikasi keterlibatan orang tua,” ujarnya.

Memang sesuai pengakuan SM, orang tuanya menerima bayaran dari terlapor Z. Bayaran agar SM melayani Z secara seksual. Siti menjelaskan, keterlibatan orang tua itu artinya membuat peluang untuk ada saksi menjadi minim. Kejahatan yang terjadi dalam rumah itu saksinya hanya keluarga.

”Kalau salah satu pelaku kejahatan itu yang paling tinggi posisinya di rumah, seperti orang tua. Lalu, anak bisa apa. Saudara-saudara SM itu pasti tidak akan memberikan keterangan. Diintervensi orang tua sendiri,” jelasnya.

Menurutnya, masalah lainnya soal bayi dari korban. kemungkinan besar kondisi psikologin korban belum akan mampu menerima kehadiran bayinya. Selain soal umur juga soal kemampuan korban. ”Bayi ini harus diselamatkan dan diurus oleh negara,” ujarnya.

Sementara Kabidhumas Polda NTT Kombespol Jules Abraham Abast menuturkan, bukannya kasus tersebut lambat atau ada main-main. Namun, memang tidak saksi yang bisa memperkuat keterangan korban. ”Orang tua dan saudaranya keterangannya berbeda,” jelasnya.

Karena itulah, kemudian petugas menungu kelahiran bayi tersebut. Tes DNA akan membuktikan siapa pelakunya. ”Lagi pula perlu diingat laporannya pelecehan seksual,” paparnya kepada Jawa Pos.(idr)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB
X